Senin, 18 Februari 2013

Skill dalam Berkesenian

 
 Skill Dalam Berkesenian

Dalam berkesenian atau menciptakan sebuah karya seni membutuhkan kecakapan, keahlian, ketrampilan. Keahlian tersebut dapat disebut juga dengan istilah skill. Sebenarnya bukan dalam kesenian saja yang membutuhkan skill, dalam semua pekerjaan membutuhkan skill atau ketrampilan. Lantas skill seperti apa yang dibutuhkan dalam menciptakan sebuah karya seni. Apakah ketika menciptakan sebuah karya seni membutuhkan skill yang berbeda tingkatannya?.Atau skill yang sama tingkatannya dimiliki oleh setiap orang?. Misalkan ketika seniman menciptakan sebuah lukisan Surealisme dengan lukisan dekoratif, apakah membutuhkan skill yang sama?. Atau ketika musisi memainkan musik Progresive dengan musik Punk, apakah membutuhkan skill yang sama atau berbeda?.
Sebelum membahas lebih lanjut persoalan skill dalam berkesenian, ada baiknya kita pelajari terlebih dahulu apa itu yang dimaksud dengan skill?. Skill yang kita tahu adalah ketrampilan atau keahlian dalam memainkan atau mengoperasikan sebuah instrumen atau alat. Memang itulah pengertian skill adalah sama dengan ketrampilan, keahlian yang dimilki oleh setiap individu. Tentunya skill yang dimiliki masing-masing individu memiliki tingkatan atau kapasitas yang berbeda, di akui atau tidak memang ada perbedaan di setiap individu. Maka dari itu ada baiknya kita mencoba menelusuri pengertian skill menurut para ahli atau pemikir.

Pengertian dan jenis skill.
Menurut Nadler skill adalah kegiatan yang memerlukan praktik atau dapat diartikan sebagai implikasi dari aktivitas. Berarti disini dapat dijelaskan bahwa skill atau ketrampilan lebih dititik beratkan kepada proses praktik dari pada teori. Memang idealnya ketrampilan adalah suatu kegiatan aktif, dalam rangka menciptakan atau membuat sesuatu. Tetapi apakah skill yang kita miliki itu sudah ada dalam diri kita? Apakah manusia yang dilahirkan sudah memilki skill ?.Atau skill itu diperoleh dengan pengalaman atau pengetahuan?. Sebaiknya kita perlu mengetahui teori dari Dunnette, menurut Dunnette skill adalah kapasitas yang dibutuhkan untuk melaksanakan beberapa tugas yang merupakan pengembangan dar hasil training dan pengalaman yang di dapat.
Menurut pengertian dari Dunnette, bahawa skill adalah kapasitas atau kemampuan dalam menyelesaikan pekerjaan. Dan pekerjaan terebut akan berhasil jika melalui dua tahap yaitu training dan pengalaman. Maka dari itu ketrampilan yang dimiliki oleh setiap orang memiliki kapasitas yang berbeda. Skill dari masing-masing individu akan bertambah, jika di asah atau ditajamkan melalui pelatihan dan pengalaman yang di dapat dalam kehidupan. Maka tidak heran jika orang yang cukup umur telah berpengalaman, maka orang tersebut secara tidak langsung terasah skill nya. Dalam berkesenian apabila skill yang punyai belum dapat dikatakan maksimal, maka teruslah mengasah skill anda dengan cara rajin berlatih dan mengerjakan apa yang anda cintai dengan ketekunan.
Oleh sebab itu skill atau ketrampilan tidak datang tiba-tiba tanpa diolah dan ditajamkan dengan pelatihan yang intens dan pengalaman. Tetapi lebih jauh kita sebagai individu ada baiknya mengetahui kemampuan dasar(basic abilty) yang dimiliki. Dengan kata lain kita harus mengetahui kecenderungan kita kemana, misalkan sebagai seorang yang mempunyai kecenderungan di bidang seni atau matematika. Dalam bidang kesenian itu juga masih dipecah kecenderungn kita menjadi lebih mengerucut, seni apa yang akan kita tekuni atau pelajari. Maka dari itu kita harus tahu kemapuan dasar kita (basic abilty). Dengan kemampuan dasar yang kita milki di bidang seni, maka kita dapat dengan mudah mengerjakan atau menciptakan karya seni dengan cukup mudah dan tepat. Kemampuan dasar menjadi pertimbangan awal dalam memilih kecenderungan kita dalam suatu bidang, tak terkecuali kesenian. Yang nantinya kecenderungan itu akan berbuah kecintaan dalam melaksanakan suatu pekerjaan. Ketika suatu pekerjaan dilandasi dengan kecintaan, maka dalam mengerjakannya akan menikmati dan akan mendapatkan kepuasan (passion).
Jadi dalam dunia kesenian memang diperlukan skill supaya seni tersebut dapat diciptakan atau dimainkan dengan sungguh, dan menghasilkan sebuah kepuasan bagi sang kreator dan juga audiens. Tentu saja dalam menciptakan sebuah seni, memerlukan tingkatan skill yang berbeda. Misalkan ketika seorang pelukis menciptakan lukisan jenis Dekoratif dengan Surealisme, tentunya memerlukan tingkatan skill yang berbeda. Begitu juga ketika musisi memainkan jenis musik Dangdut dengan Progresive, tentunya akan memilki tingkatan skill yang berbeda. Terdapat beberapa tingkat kesulitan atau kerumitan dalam setiap  bidangnya, maka dari itu perlu di imbangi pula dengan ketajaman skill yang berbeda.
Mengenai tingkat skill yang berbeda menurut Robbins, skill dapat dikelompokan menjadi beberapa tingkatan:
1.Basic Literacy Skill adalah keahlian dasar, merupakan keahlian seseorang yang pasti dan wajib dimiliki oleh kebayakan orang, seperti membaca, menulis dan mendengar.
2.Technical Skill adalah keahlian teknik, merupakan keahlian seseoarang dalam pengembangan teknik yang dimiliki, seperti melukis, bermusik, menghitung, dll.
3.Interpersonal Skill adalah keahlian interpersonal, merupakan kemampuan seseorang secara efektif untuk berinteraksi dengan orang lain maupun dengan rekan kerja, seperti pendengar yang baik, menyampaikan pendapat secara jelas dan bekerja dalam satu tim (kecakapan sosial).
4.Problem Solving adalah menyelesaikan masalah, adalah proses untuk menajamkan logika, beragumentasi dan penyelesaian masalah serta kemampuan untuk mengetahui penyebab, mengembangkan alternatif dan menganalisa serta memilih penyelesaian masalah yang baik.
Itulah pembagian skill berdasarkan tingkat kemampuan individu, tentunya kita bisa memiliki semua keahlian di atas dengan pelatihan dan pengalaman belajar. Namun dalam konteks ini perlu ditekankan, bahwa pembahasan disini adalah dalam konteks berkesenian.
Maka dari itu skill yang tepat untuk mendalami kesenian atau mencipta karya seni adalah basic litercy skill dan technical skill. Dimana dalam kedua skill tersebut dirasa cukup tepat dalam konteks berkesenian, maka dari itu akan di fokuskan pembahasan pada kedua skill tersebut. Sebagimana telah dijelaskan di atas, kita hendaknya mengetahui kecenderungan kita atau skill dasar kita dalam suatu bidang. Apabila kecenderungan atau kompentensi dasar kita di bidang kesenian, maka tajamkanlah minat berkesenian. Setelah menemukan skill dasar yang kita miliki , selanjutnya kita dapat menajamkan skill tesebut secara intens sehingga meningkat ke technical skill. Disini timbul pertanyaan, bagaimana cara mengasah atau menajamkan skill yang kita miliki untuk dapat sampai ketingkat technical skill.

Faktor-faktor dalam meningkat skill.
Dalam pencapaian suatu tingkatan skill dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya adalah faktor proses belajar, faktor pribadi, dan faktor lingkungan. Faktor-faktor tersebut menjadi penentu untuk sebuah pencapaian skill yang akan dicapai. Berikut penulis akan mencoba uraikan faktor-faktor tersebut.
proses belajar, pada intinya skill atau ketrampilan memang dapat dipelajari. Proses belajar yang intens  akan mengasah skill kita menjadi lebih tajam. Dalam berkesenian misalnya seorang pelukis tentu tidak akan langsung dapat melukis realis, sebelum belajar tentang sketsa, anatomi, pencampuran warna, komposisi dan elemen lainnya. Walaupun ada pendapat yang mengatakan bahwa kesenian itu membutuhkan bakat atau ada pengaruh genetis. Sebenarnya pendapat tersebut belum tentu dapat dikatakan sepenuhnya benar, dalam abad ilmu pengetahuan semua dapat dipelajari secara ilmiah.
Proses belajar mempunyai andil yang cukup penting dalam meningkatkan skill berkesenian kita. Seniman-seniman seperti Picasso menghasilkan 20.000 an karya, sedangkan Van Gogh menghasilkan lebih dari 800 lukisan dan sekitar 900 gambar. Kedua seniman besar tersebut sebagai contoh proses belajar yang tekun dan mencintai sebuah pekerjaan dalam hal seni, akan menghasilkan karya-karya yang bercitarasa tinggi. Ketekunan dalam melukis tentunya melalui proses yang lama, semua melalui tahap demi tahap, kedua seniman tersebut adalah contonya. Selain dedikasi terhadap bidang yang digelutinya, faktor selanjutnya adalah faktor internal yang berhubungan kepribadian kita.
Faktor pribadi merupakan faktor kedua setelah faktor belajar. Faktor pribadi (personal factor) adalah faktor yang di milki oleh individu secara khusus yang berupa kemampuan dari dalam. Menurut Singer ada 12 faktor yang sangat berhubungan dengan upaya peningkatan skill diantaranya adalah : (1) ketajaman mata(indra) (2) Persepsi (3) intelegensi (4) ukuran fisik (5) pengalaman masa lalu (6) kesanggupan (7) emosi (8) motivasi (9) sikap (10) faktor-faktor kepribadian (11) jenis kelamin dan (12) usia. Itulah ke 12 faktor pribadi yang berperan dalam peningkatan skill, berikut penulis akan coba uraikan tiap poin tersebut. Yang pertama disebutkan adalah ketajaman mata, mungkin disini perlu disempurnakan pengertian tersebut. Akan lebih tepat jika ketajaman mata mengandung pengertian penginderaan. Karena mata adalah salah satu panca indera kita, tetapi dalam konteks ini mungkin indera seperti pendengaran juga dirasa cukup berperan dalam pencapaian skill. Intinya kesemua indra itu mendukung dalam menajamkan skill kita, karena tidak semua disiplin ilmu seperti seni mengandalkan mata, seni musik harus mengedepankan indra pendengaran.
Sedangkan persepsi adalah bagaimana menerjemahkan sensasi indra yang kita terima saat ini. Persepsi adalah perpanjangan dari pencerapan indera kita, lebih utamanya indera penglihatan. Proses pengolahan persepsi indra kita sebagian memang ditentukan secara genetik, tetapi sebagaian besar merupakan hasil dari pembelajaran selama bertahun-tahun, baik melalui pengetahuan  atau pengalaman. Maka dari itu, proses persepsi antara satu individu dengan individu lainnya memilki tingkat perbedaan. Dalam konteks ini persepsi ada dua macam yaitu persepsi indra dan persepsi kognitif. Dengan adanya persepsi indra, kita melihat, mendengar, merasakan dunia dengan cara yang sama. Sedangkan persepsi kognitif lebih bervariasi antara individu satu dengan yang lainnya. Variasi persepsi kognitif timbul dari perbedaan suku, agama, lingkungan sekitar, atau tingkat sosioekonomi kita.
Selanjutnya adalah intelegensi, adalah sifat pikiran yang mencakup sejumlah kemampuan, seperti kemampuan menalar, merencanakan, memecahkan masalah, memahami gagasan dan belajar. Ketajaman intelegensi mempunyai peranan yang sama penting dalam meningkatkan skill kita, dalam hal ini adalah berkaitan dengan kemampuan kita dalam berpikir secara kognitif. Dengan adanya intelegensi maka kita dapat dengan mudah memikirkan sekaligus berusaha memecahkan masalah yang berkaitan dengan peningkatan skill. Faktor selanjutnya adalah ukuran fisik  seseorang ternyata memengaruhi dalam usaha peningkatan skill. Apabila dipikir secara logis saja, memang kita sudah dapat membanyangkan bagaimana jika ukuran fisik kita terlalu besar atau kecil. Misalkan seseorang memilki tubuh fisik yang gigantis, dengan jari-jari yang panjang tentu akan kesulitan memainkan instrumen gitar, begitu juga sebaliknya orang yang berukuran kecil. Maka yang terjadi adalah penyesuaian suatu alat atau instrumen tersebut. Tetapi yang jadi pertanyaan di jaman yang serba canggih seperti sekarang, bukan tidak mungkin kurang sempurnanya fisik seseorang dapat terbantu dengan rekayasa sains atau teknologi.
Pengalaman masa lalu berperan dalam meningkatkan skill kita dalam satu disiplin ilmu. Dengan adanya pengalaman masa lalu, membuat kita merasa tidak asing lagi terhadap sesuatu yang kita tekuni pada saat ini. Dapat dikatakan, ketika kita mempelajari suatu bidang, secara tidak langsung kita menyempurnakan ide-ide masa lalu dalam bentuknya yang baru. Faktor berikutnya adalah kesanggupan, ketika seseorang mendalami skill yang diinginkannya maka harus ada kesanggupan atau ketekunan. Memang ketika kita menekuni bidang tersebut harus ada yang dikorbankan, kita harus total dalam waktu, tenaga, pikiran dan materi. Dengan segala kesungguhan tersebut maka akan terbayar dengan kemampuan skill kita yang semakin terasah. Kemudahan akan kita dapatkan dalam bidang tertentu, dalam bidang seni misalkan maka akan mudah memainkan instrumen gitar atau melukis.
Selanjutnya adalah emosi yang ada pada diri kita ternyata berperan dalam meningktakan skill. Emosi disini adalah bukan amarah yang tinggi dalam mendalami suatu bidang tertentu, emosi disini berkaitan dengan suasana hati dari individu. Dalam artian emosi tidak selamanya berakibat buruk dalam kehidupan, memang emosi selalu ada dan hadir dalam diri kita. Perlu ditekankan disini, ketika kita dapat mengendalikan emosi kita untuk hal-hal yang positif maka bukan tidak mungkin segala sesuatunya akan menjadi lebih baik. Sebagaimana yang dikatakan oleh Paul Ekman bahwa emosi-emosi kita harus dalam jumlah yang benar, yang proporsional dengan peristiwa yang ditimbulkan, emosi itu harus diekspresikan pada waktu yang benar, dalam suatu cara yang sesuai dengan pemicu emosional dan lingkungan dimana hal itu terjadi, dan emosi itu juga harus diekspresikan dengan cara yang benar, dalam suatu cara yang tidak menimbulkan kerugian. Memang tidak mudah mengatur emosi kita untuk hal yang positif.
Motivasi yang kuat dari masing-masing individu dibutuhkan dalam meningkatkan skill, harus ada motivasi yang kuat untuk mendalami suatu bidang tertentu. Dan motivasi tersebut biasanya didasari kausal yang berpengaruh dalam diri individu. Dan kejadian yang spesifik dari seseorang menjadikan kadar motivasi tiap individu berbeda. Kejadian atau pengalaman masa lalu seseorang kadang menjadi motivasi yang kuat disamping juga motivasi dari orang-orang terdekat. Selanjutnya sikap, dalam hal ini adalah berkaitan dengan perilaku kita dalam mendalami suatu bidang. Sikap kita dalam menajamkan skill, tentunya menjadi perhatian kita semua. Memang sikap kadang berkaitan dengan watak seseorang, tetapi bukan tidak mungkin kita dapat menyesuaikan sikap dengan situasi dan kondisi yang kita hadapi. Tentunya sikap yang positif perlu ditanamkan dalam menjalani proses peningkatan skill, seperti disiplin, tata krama, bahasa, dan mudah berinteraksi.
Faktor-faktor kepribadian sesorang turut berperan dalam peningkatan skill.  Memang manusia itu termasuk spesies yang unik yang memilki kepribadian yang tidak sama. Setiap individu memiliki kepribadian yang berbeda-beda, dengan perbedaan tersebut menjadi berpengaruh dalam segala sesuatunya, termasuk dalam mengasah skill. Dengan latar belakang pribadi yang berbeda, maka pencapaian sutu tujuan akan melalui proses yang berbeda. Individu yang mempunyai faktor kepribadian yang tempramental dan pendiam tentunya mempunyai pencapaian skill yang berbeda pula. Selanjutnya dalam peningkatan skill ternyata ada pembeda antara wanita dan laki-laki. Disadari atau tidak memang perbedaan jenis kelamin memengaruhi dalam peningkatan skill kita dalam berkesenian atau ilmu pengetahuan.
Dalam hal ini skill berhubungan erat dengan kreativitas, ketika sudah ada skill dalam diri sesorang maka kreativitas akan mudah diwujudkan. Dalam konteks ini jenis kelamin  memengaruhi dalam pencapaian keahlian, apakah disini ada ke-tidak-adilan terhadap salah satu gender. Dalam konteks ini mungkin yang merasa dirugikan adalah dari pihak perempuan. Sebagai bukti penguatan teori tersebut perlu dikutip studi oleh Murray (2003), wanita hanya mengambil porsi 2,2% dari para genius kreatif di negar-negara Barat, Arab, India, China dan Jepang untuk bidang bidang ilmu pengetahuan, filsafat, sastra, seni dan musik. Tentunya ada faktor yang mendasari kenapa wanita tidak dominan  dalam industri kreatif berkaitan dengan skill. Perbedaan wanita dengan kaum pria bukanlah di otak, tetapi pebedaan justru di rahim, karena wanita memilki rahim, wanita bisa hamil dan melahirkan anak.
Pengaruh anak terhadap peningkatan skill perlu digaris bawahi karena menurut Hayes (1989), para wanita yang kreatif hampir semuanya tidak memiliki anak, atau kalaupun ada, hanya memilki sedikit anak. Selain itu faktor kedua adalah yang menghambat peningkatan skill adalah sosiokultural dari lingkungan sekitar yang kadang masih terkungkung pada paradigma lama, yaitu wanita hanya bertugas di dapur sebagai ibu rumah tangga. Tetapi di abad milenium kesetaraan gender terus diperjuangkan di beberapa negara maju. Bukan tidak mungkin wanita akan sejajar dengan laki-laki dalam segala bidang, tidak terkecuali dalam dunia seni. Tetapi sebagai catatan saja memang dalam dunia seni hanya sedikit deretan nama perempuan, seperti Rene Magritte, Frida Kahlo(seni lukis), Jane Austen, Emily Dickinson, Sylvia Path, Ane Sexton, JK. Rowling(sastra). Sedangkan dari dalam negeri hanya ada beberapa nama-nama yang tercatat seperi R.A. Kartini, Dewi Sartika,dalam dunia seni lukis tercatat nama seperti Lucia Hartini, Erika, Arahmaini, di bidang sastra ada Zara Zetira, NH Dini, Ayu Utami, Dewi Lestari dan S. Mara Gd.
Dertan nama-nama tokoh perempuan tersebut tentunya tidak sebanding dengan jumlah tokoh atau seniman laki-laki. Dalam satu periode seni hanya memunculkan beberapa nama wanita, tetapi bukan tidak mungkin di masa depan wanita dapat sejajar dengan pria. Selanjutnya manusia hidup di dunia ini tentunya dianugerahi umur atau usia yang terbatas, dan dengan usia yang terbatas memengaruhi dalam proses meningkatkan ketrampilan atau keahlian. Secara logika saja memang kita dapat membaca, kekuatan tubuh manusia berpengaruh dalam segala aktifitasnya. Maka dengan bertambahnya usia, manusia semakin terhambat dalam melaksanakan aktifitasnya termasuk dalam mengasah skill atau menciptakan kreasi. Jarang sekali kita mendengar kemampuan orang yang sudah sepuh memilki prestasi dalam suatu kreativitas artistik, bukan dalam hal pemikiran atau teori.
Faktor lingkungan adalah faktor terakhir dalam penentu penajaman skill. Memang lingkungan sangat berpengaruh besar terhadap pribadi dan pembentukan karakter individu, tak terkecuali dalam usaha peningkatan skill atau kemampuan seseorang. Lingkungan tempat seoarang berada sangat berpengaruh dalam hal pemikiran dan ketrampilan. Kondisi sosiokulktural sekitar kita memengaruhi pola pikir kita dalam menjalankan segala aktivitasnya. Lingkungan terkecil atau terdekat dengan kita adalah keluarga, komunitas terdekat kita yang memberikan dukungan moril dan semangat kepada kita. Diantara  dukungan tersebut adalah menanamkan semangat belajar sejak masih kecil, disiplin waktu, motivasi dan psikologis.
Lingkungan tersebut menjadi kunci dalam menjalankan atau menempuh aktivitas kita, dalam usaha peningkatan mutu ketrampilan kita dalam satu bidang. Sekalipun dukungan keluarga optimal, tetapi kondisi masyarakatnya tidak mendukung maka besar kemungkinan, proses menuju peningkatan mutu skill akan sia-sia. Sebagai contoh kondisi masyarakat yang pemalas, berpendidikan rendah, pemikiran yang sempit, maka kondisi seperti itu cukup berimbas kepada pemikiran kita dan psikologis. Jadi dalam konteks ini harus ada kondisi yang memang benar-benar harus mendukung, kalaupun tetap tidak dapat lepas dari pengaruh buruk tersebut, jalan keluarnya kita harus meninggalkan atau pindah tempat agar menemukan ide-ide baru. Disamping itu juga kita harus terbuka pada ide-ide baru yang muncul dilingkungan sekitar, dalam artian tidak tertutup terhadap input positif dari lingkungan. Pada intinya keadaan sosial masyarakat tertentu berpengaruh terhadap usaha peningkatan mutu seseorang. Membuka diri terhadap ide-ide dari luar merupakan faktor penting juga dalam meningkatan skill seseorang.
Itulah beberapa faktor yang melandasi dalam usaha peningkatan skill, untuk mencapai suatu penciptaan atau kreasi di suatu bidang. Dalam bidang seni semua itu mutlak dibutuhkan dan menjadi bahan pertimbangan untuk mencapai tujuan artistik. Jadi tidak ada perdebatan mengenai masalah skill yang dimiliki oleh satu individu dengan individu lainnya. Setiap seni mempunyai tingkat kesulitan yang berbeda. Dalam seni musik, skill dalam memainkan musik Punk, Dangdut, Progresive atau Death Metal tentunya mempunyai tingakatan yang berbeda. Begitu juga dalam seni lukis tentunya dalam menciptakan sebuah lukisan yang berbeda jenis di perlukan skill yang berbeda pula. Maka dari itu skill yang kita punyai dalam satu disiplin ilmu menjadi modal dasar (basic literacy skill), untuk dapat ditingkatkan lagi menjadi tingkatan selanjutnya ke tahap technical skill. Sebagai penutup mudah-mudahan artikel ini dapat bermanfaat bagi semua, kita disini sama-sama belajar apabila terdapat ketidaksempurnaan dalam tulisan ini, saya disini sebagai penulis hanya manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan. Maka dari itu penulis tunggu saran, kritik, masukan,  cacian, makian, atau apalah, silakan tulis di buku tamu atau bisa langsung komentar di kolom komentar.[]

Sumber pustaka.
Ø      It Pin Arifin, “Ketika Archimides berteriak “EUREKA!”.
Ø      R.J.M. PHILPOTT, “Van Gogh, Sebuah Boigrafi”
Ø      Paul Ekman, “Membaca Emosi Orang”
Ø      Desy Ariani, “Evaluasi Pelatihan Ketrampilan Bagi Perajin Keramik Plered”
Ø      Agus Nggermanto, “Quantum Quotient”
Ø      www.id.shvoong.com
Ø      www.wikipedia.com