Sabtu, 16 Maret 2013

musik pop dan anak muda




Musik Pop dan Anak Muda

Musik tentunya sudah tidak asing lagi dalam kehidupan kita, musik merupakan salah satu produk budaya dari manusia. Kehadiran musik telah membawa pengaruh dalam setiap peradaban manusia. Musik yang muncul pada setiap peradaban mengandung nilai yang berbeda pada setiap periodenya. Begitu juga dengan kehadiran musik pop, sudah menjadi bagian dari budaya populer dan bersifat massa. Perkembangan gagasan budaya massa sendiri telah menyeruak ke permukaan sejak dasawarsa 1920-an dan 1930-an. Pada periode tersebut merupakan titik balik penting dalam kajian dan evaluasi budaya populer. Hal ini ditandai dengan munculnya sinema dan radio, produksi massal dan konsumsi kebudayaan, bangkitnya Fasisme dan kematangan demokrasi liberal di sejumlah negara Barat, semuanya memainkan peranan dalam memunculkan perdebatan atas budaya massa(pop).
Musik pop sudah menjadi sesuatu yang sangat dekat dengan anak muda, dengan adanya media dan teknologi mempermudah dalam mengakses musik pop. Progres dari musik pop yang cukup dinamis dalam hal kemasannya, membawa perubahan dalam mengapresiasinya. Musik pop tidak hanya dapat dinakmati dalam bentuknya dalam format lamanya seperti piringan hitam, cassete tape, dan video. Musik pop ada dan bertebaran di manapun kalian pergi dan berada. Kita menemuinya di mal, supermarket, di jalanan, di tempat kerja, di taman, di pub, restoran, kafe, bisoskop, radio dan televisi.
Produk budaya populer tersebut sudah menjadi barang industri yang dapat mengasilkan komoditi yang terus menerus, dan akan terus digali dan ditampilkan dalam bentukya yang paling portable. Musik terus di eksploitasi untuk dapat menghasilkan nilai komoditi yang terus bertahan, sehingga proses konsumsi budaya tersebut dapat terus dipertahankan. Musik pop sebagai budaya yang bersifat massa, dimana sifat dari budaya massa yang menggunakan konsumerisme, dibarengi dengan kelebihan keuntungan dan pasar, dan juga mengingkari tantangan intelektual sehingga membungkam suara yang bertentangan karena ia merupakan sebuah kebudayaan yang melemahkan semangat dan membuat pasif penikmatnya.
Budaya musik pop, majalah, konser, festival, komik, wawancara dengan bintang pop, film dan sebagainya membantu memperlihatkan pemahaman akan identitas di kalangan kaum muda. Dimana budaya remaja merupakan sebuah perpaduan yang kontradiktif antara yang autentik dan tiruan. Musik pop adalah area ekspresi diri kaum muda dan padang rumput yang subur bagi privider komersial. Lebih jauh substansi dari musik pop sendiri memang telah dikonstruksi untuk dapat ditampilkan menarik dan enak didengar. Ada yang berpendapat bahwa kekuatan musik pop adalah pada pengolahan kata atau lirik dalam setiap lagunya. Apabila kita kaji lebih dalam kata atau lirik dalam musik pop adalah bahasa sehari-hari yang dikemas dengan menarik. Musik pop meminjam bahasa sehari-hari – klise, kejadian sehari-hari, percintaan anak muda,- dan mementaskannya dalam sebuah permainan suara dan performa yang efektif. Mengutip istilah Firth(1983), hasilnya adalah ‘membuat kata-kata sederhana menjadi enak di dengar, membuat bahasa yang biasa menjadi hidup dan bertenaga, kata-kata selanjutnya beresonansi, kata-kata itu membawa sentuhan fantasi kedalam penggunaan biasa kita atas kata-kata itu.
Dengan kemasan yang praktis dan portable maka musik pop menjadi budaya populer yang mudah dinikmati oleh kalangan muda. Anak muda merupakan lahan subur dalam komesialiasi budaya populer. Di sini timbul pertanyaan, mengapa anak muda yang menjadi target operasi dari budaya massa. Bukan saja musik, budaya seperti fashion, lifestyle, gaya rambut, budaya waktu senggang, dll, merupakan bagian dari anak muda yang tidak dapat terpisahkan. Semua itu merupakan sebagai bentuk eksistensi dari kaum muda baik secara individual ataupun komunal.
Jadi proses mengonsumsi musik tertentu menjadi sebuah cara mengada (way of being) di dunia. Konsumsi musik digunakan sebagai tanda yang dengannya kaum muda menilai dan dinilai orang lain. Menjadi bagian dari subkultur anak muda berarti memperlihatkan selera musikal tertentu dan mengklaim bahwa konsumsinya adalah tindakan kreasi komunal. Menurut Riesman, tidak menjadi soal apakah komunitas itu bersifat nyata atau imajiner. Yang penting adalah bahwa musik menyediakan sense akan komunitas. Memang musik pop merupakan wujud eksistensi dari suatu komunitas, dan menunjukan pada dunia bahwa kelompok mereka(kaum muda) itu ada dan patut diperhitungkan.
Dalam sejarah perkembangan musik tercatat kelompok-kelompok yang muncul akibat dari perkembangan musik pop. Kelompok seperti hippies, motorbike boys, skinhead, straigt- x, dll. Semua kelompok tersebut mempunyai ciri tersendiri dan mereka mengonsumsi musik pop sesuai dengan ideologi kelompok yang dianutnya. Kelompok hippies yang muncul pada era 60-an, merupakan pecinta musik rock n roll yang bernuansa pshycadelic. Kaum hippies yang kita kenal dalam pengonsumsian musiknya dibarengi dengan obat bius, seperti LSD (lysergic acid diethylamide), dan canabis. Kaum hippies mempunyai keyakinan bahwa penggunaan obat bius meningkatkan apresiasi dan pemahaman terhadap musik.
Proses penyebaran musik pop tentunya terbantu dengan adanya media massa. Perkembangan musik yang dinamis di imbangi pula dengan teknologi media informasi. Dengan adanya media maksud dari musik pop akan sampai pada audiens atau penikmat. Media populer seperti radio, televisi, majalah musik, jurnal populer, menjembatani antara produsen dengan konsumen. Dalam perekembangan media mutakhir, setidak-tidaknya ada dua kepentingan utama di balik media, yaitu kepentingan ekonomi (economic interest) dan kepentingan kekuasaan (power interest).
Dengan adanya kepentingan di balik media dalam penyebaran budaya massa, maka mengakibatkan ketimpangan dalam penyampaian sebuah tanda. Kuatnya kepentingan ekonomi dan kekuasaan politik inilah yang sesungguhnya menjadikan media tidak dapat netral, jujur, adil, objektif, dan terbuka. Sehingga yang terjadi adalah adanya beberapa pihak yang merasa dirugikan oleh media karena adanya kepentingan-kepentingan tersebut. Dengan adanya kepentingan dibalik media mengakibatkan ketidakseimbangan dalam penyebaran budaya. Tetapi pada akhirnya musik pop akan terus berkibar dan tampil di media populer tersebut. Karena dibalik produksi musik pop mempunyai kepentingan nilai ekonomis. Dan proses produksi musik pop akan terus berjalan sebagai wujud berlangsungnya proses konsumsi budaya massa, sehingga nalai kapital akan dapat terus dipertahankan.