Musik Pop dan Anak Muda
Musik tentunya
sudah tidak asing lagi dalam kehidupan kita, musik merupakan salah satu produk
budaya dari manusia. Kehadiran musik telah membawa pengaruh dalam setiap
peradaban manusia. Musik yang muncul pada setiap peradaban mengandung nilai
yang berbeda pada setiap periodenya. Begitu juga dengan kehadiran musik pop,
sudah menjadi bagian dari budaya populer dan bersifat massa. Perkembangan
gagasan budaya massa sendiri telah menyeruak ke permukaan sejak dasawarsa
1920-an dan 1930-an. Pada periode tersebut merupakan titik balik penting dalam
kajian dan evaluasi budaya populer. Hal ini ditandai dengan munculnya sinema dan
radio, produksi massal dan konsumsi kebudayaan, bangkitnya Fasisme dan
kematangan demokrasi liberal di sejumlah negara Barat, semuanya memainkan
peranan dalam memunculkan perdebatan atas budaya massa(pop).
Musik pop sudah
menjadi sesuatu yang sangat dekat dengan anak muda, dengan adanya media dan
teknologi mempermudah dalam mengakses musik pop. Progres dari musik pop yang
cukup dinamis dalam hal kemasannya, membawa perubahan dalam mengapresiasinya.
Musik pop tidak hanya dapat dinakmati dalam bentuknya dalam format lamanya
seperti piringan hitam, cassete tape, dan video. Musik pop ada dan
bertebaran di manapun kalian pergi dan berada. Kita menemuinya di mal,
supermarket, di jalanan, di tempat kerja, di taman, di pub, restoran, kafe,
bisoskop, radio dan televisi.
Produk budaya
populer tersebut sudah menjadi barang industri yang dapat mengasilkan komoditi
yang terus menerus, dan akan terus digali dan ditampilkan dalam bentukya yang
paling portable. Musik terus di eksploitasi untuk dapat menghasilkan nilai komoditi
yang terus bertahan, sehingga proses konsumsi budaya tersebut dapat terus
dipertahankan. Musik pop sebagai budaya yang bersifat massa, dimana sifat dari
budaya massa yang menggunakan konsumerisme, dibarengi dengan kelebihan
keuntungan dan pasar, dan juga mengingkari tantangan intelektual sehingga
membungkam suara yang bertentangan karena ia merupakan sebuah kebudayaan yang
melemahkan semangat dan membuat pasif penikmatnya.
Budaya musik pop,
majalah, konser, festival, komik, wawancara dengan bintang pop, film dan
sebagainya membantu memperlihatkan pemahaman akan identitas di kalangan kaum
muda. Dimana budaya remaja merupakan sebuah perpaduan yang kontradiktif antara
yang autentik dan tiruan. Musik pop adalah area ekspresi diri kaum muda dan
padang rumput yang subur bagi privider komersial. Lebih jauh substansi
dari musik pop sendiri memang telah dikonstruksi untuk dapat ditampilkan
menarik dan enak didengar. Ada yang berpendapat bahwa kekuatan musik pop adalah
pada pengolahan kata atau lirik dalam setiap lagunya. Apabila kita kaji lebih
dalam kata atau lirik dalam musik pop adalah bahasa sehari-hari yang dikemas
dengan menarik. Musik pop meminjam bahasa sehari-hari – klise, kejadian
sehari-hari, percintaan anak muda,- dan mementaskannya dalam sebuah permainan
suara dan performa yang efektif. Mengutip istilah Firth(1983), hasilnya adalah
‘membuat kata-kata sederhana menjadi enak di dengar, membuat bahasa yang biasa
menjadi hidup dan bertenaga, kata-kata selanjutnya beresonansi, kata-kata itu
membawa sentuhan fantasi kedalam penggunaan biasa kita atas kata-kata itu.
Dengan kemasan
yang praktis dan portable maka musik pop menjadi budaya populer yang mudah
dinikmati oleh kalangan muda. Anak muda merupakan lahan subur dalam
komesialiasi budaya populer. Di sini timbul pertanyaan, mengapa anak muda yang
menjadi target operasi dari budaya massa. Bukan saja musik, budaya seperti
fashion, lifestyle, gaya rambut, budaya waktu senggang, dll,
merupakan bagian dari anak muda yang tidak dapat terpisahkan. Semua itu
merupakan sebagai bentuk eksistensi dari kaum muda baik secara individual
ataupun komunal.
Jadi proses
mengonsumsi musik tertentu menjadi sebuah cara mengada (way of being)
di dunia. Konsumsi musik digunakan sebagai tanda yang dengannya kaum muda
menilai dan dinilai orang lain. Menjadi bagian dari subkultur anak muda berarti
memperlihatkan selera musikal tertentu dan mengklaim bahwa konsumsinya adalah
tindakan kreasi komunal. Menurut Riesman, tidak menjadi soal apakah komunitas
itu bersifat nyata atau imajiner. Yang penting adalah bahwa musik menyediakan
sense akan komunitas. Memang musik pop merupakan wujud eksistensi dari
suatu komunitas, dan menunjukan pada dunia bahwa kelompok mereka(kaum muda) itu
ada dan patut diperhitungkan.
Dalam sejarah
perkembangan musik tercatat kelompok-kelompok yang muncul akibat dari
perkembangan musik pop. Kelompok seperti hippies, motorbike boys,
skinhead, straigt- x, dll. Semua kelompok tersebut mempunyai ciri
tersendiri dan mereka mengonsumsi musik pop sesuai dengan ideologi kelompok
yang dianutnya. Kelompok hippies yang muncul pada era 60-an, merupakan
pecinta musik rock n roll yang bernuansa pshycadelic. Kaum hippies
yang kita kenal dalam pengonsumsian musiknya dibarengi dengan obat bius,
seperti LSD (lysergic acid diethylamide), dan canabis. Kaum hippies
mempunyai keyakinan bahwa penggunaan obat bius meningkatkan apresiasi dan
pemahaman terhadap musik.
Proses penyebaran
musik pop tentunya terbantu dengan adanya media massa. Perkembangan musik yang
dinamis di imbangi pula dengan teknologi media informasi. Dengan adanya media
maksud dari musik pop akan sampai pada audiens atau penikmat. Media populer
seperti radio, televisi, majalah musik, jurnal populer, menjembatani antara
produsen dengan konsumen. Dalam perekembangan media mutakhir, setidak-tidaknya
ada dua kepentingan utama di balik media, yaitu kepentingan ekonomi (economic
interest) dan kepentingan kekuasaan (power interest).
Dengan adanya
kepentingan di balik media dalam penyebaran budaya massa, maka mengakibatkan
ketimpangan dalam penyampaian sebuah tanda. Kuatnya kepentingan ekonomi dan
kekuasaan politik inilah yang sesungguhnya menjadikan media tidak dapat netral,
jujur, adil, objektif, dan terbuka. Sehingga yang terjadi adalah adanya
beberapa pihak yang merasa dirugikan oleh media karena adanya
kepentingan-kepentingan tersebut. Dengan adanya kepentingan dibalik media
mengakibatkan ketidakseimbangan dalam penyebaran budaya. Tetapi pada akhirnya
musik pop akan terus berkibar dan tampil di media populer tersebut. Karena
dibalik produksi musik pop mempunyai kepentingan nilai ekonomis. Dan proses
produksi musik pop akan terus berjalan sebagai wujud berlangsungnya proses
konsumsi budaya massa, sehingga nalai kapital akan dapat terus dipertahankan.