Rabu, 26 Juni 2013
Artikel Penulis yang pernah dimuat jurnal "Dialektika STKIP Islam Bumiayu"
MENGEMBANGKAN
KECERDASAN VISUAL DALAM KEMAMPUAN
MENGGAMBAR PADA ANAK DI SEKOLAH DASAR
Abstrak
Perkembangan dan pertumbuhan anak
tentunya dipenagaruhi oleh banyak faktor. Anak memiliki kecerdasan yang ada
sejak lahir, yang belum terpogram. Dan peran orang tua dan dunia pendidikan
merupakan hal yang diperlukan dalam proses pemunculan dan pembentukan kecerdasan
yang dimiliki anak. Karena setiap anak memiliki kecenderungan kecerdasan yang
berbeda-beda. Dalam hal ini setiap anak mempunyai kecerdasan ganda, yang salah
satuny dapat dimunculkan. Kecerdasan Visual adalah salah satu kecderdasan yang
dimilki oleh anak-anak.
Kecerdasan Visual menjadi penting ketika
anak didik memilikinya, dan tugas guru adalah memunculkan kecerdasan tersebut.
Kecerdasan Visual merupakan kecerdasan yang lebih menekankan pada indera
penglihatan. Dan anak yang mempunyai kecenderungan tersebut secara tidak
langsung akan menyukai bentuk-bentuk yang bersifat visual atau seni menggambar.
Di samping itu guru juga dituntut untuk memiliki kecakapan dalam hal seni
visual dan seni-seni lainnya. Dan Sekolah Dasar (SD), merupakan lembaga
pendidikan dasar yang dapat mencetak anak dalam hal minat dan bakatnya.
Kata Kunci : Mengembangkan Kecerdasan
Visual Anak, Menggambar, Sekolah Dasar (SD)
A.
Pendahuluan.
1)
Latar Belakang.
Manusia lahir di dunia
dibekali dengan akal dan pikiran, yang membedakan dengan mahluk lainnya. Selain
dibekali akal dan pikiran, kita juga dikarunia indera untuk dapat menjalankan
kehidupan di bumi. Keseimbangan antara indera dan akal akan menghasilkan suatu
kepandaian atau kecerdasan dalam diri kita. Pendidikan adalah salah satu komponen
penting dalam menciptakan dan membentuk kecerdasan kita. Kesadaran dalam
memperoleh pendidikan perlu ditumbuhkan sedini mungkin, melalui lembaga-lembaga
pendidikan. Pendidikan pada usia dini sangat diperlukan dalam menumbuhkan
kecerdasan pada anak. Anak pada usia dini, diharapkan dapat memperoleh
pendidikan sesuai dengan kapasitasnya.
Seorang anak sebelum
mendapat pendidikan formal di sekolah-sekolah, sebenarnya anak itu sudah
mendapatkan kecerdasan secara verbal dan visual. Dalam artian kecerdasan verbal
atau visual itu belum terarahkan atau terprogram. Kita sering mendengar dan
melihat, seorang anak menyanyi dan atau mencorat-coret di kertas. Sebenarnya
itulah keceradasan yang fundamental dalam diri seorang anak, sebelum anak itu
dapat menulis dan membaca. Selanjutnya peran lembaga pendidikan adalah
memprogram atau menumbuhkan kecerdasan
tersebut. Seorang anak biasanya mempunyai kecenderungan kecerdasan yang
berbeda-beda. Inilah yang harus diperhatikan oleh para orang tua dalam
menumbuhkan minat dan bakat anak dalam mencapai kepandaian suatu bidang.
Seorang anak yang
mempunyai kecenderungan verbal secara tidak sadar akan sering menyanyi,
sedangkan seorang anak yang mempunyai kecenderungan visual akan senang
mencorat-coret. Dalam kata lain kepandaian yang dimliki anak-anak ini adalah
kepandaian yang masih murni belum ada sentuhan dari dunia luar, yaitu
pendidikan. Anak yang mempunyai kecenderungan visual, secara tidak langsung
akan suka mencorat-coret atau menggambar.Kebebasan dan kemurnian yang dimiliki
anak-anak sangat dominan baik dalam coretan, bentuk obyek, warna dan
komposisinya, sehingga sering dikatakan bahwa seni lukis anak-anak merupakan
lukisan yang paling murni karena belum terpengaruh seperti orang dewasa.
Disini peran dunia
pendidikan diperlukan dalam mengembangkan minat dan bakat anak dalam kecerdasan
visual, disamping peran orang tua. Kecenderungan kecerdasan visual dalam diri
anak, mungkin dirasa hanya kecerdasan nomor dua setelah kecerdasan verbal, kecerdasan
lingustik, kecerdasan logika dan kecerdasan lainnya. Sebenarnya kecerdasan
visual merupakan bagian penting juga, yang dimiliki oleh anak yang perlu
dikembangkan. Dalam hal ini peran guru diperlukan dalam membangkitkan minat dan
bakat anak yang mempunyai kecenderungan kecerdasan visual. Pendidikan Sekolah
Dasar (SD) adalah pendidikan yang efektif dalam menumbuhkan dan mencetak anak
yang mempunyai kecerdasan visual.
Pendidik dalam konteks
ini adalah, seorang guru sekolah dasar dituntut untuk dapat menguasai
ketrampilan, minimal menggambar. Menggambar dapat diajarkan pada anak didik di Sekolah Dasar (SD),
sebagai mata pelajaran muatan lokal (mulok) dilengkapi dengan ketrampilan.
Disamping itu guru diharapkan peka dalam melihat anak yang mempunyai kecenderungan
kecerdasan visual. Pembelajar visual lebih suka informasi yang dihadirkan
secara visual, yakni dalam bentuk gambar, diagram, bagan, garis waktu, film,
dan berbagai demonstrasi, dibandingkan dalam bentuk kata-kata tertulis atau
yang dibicarakan.[1]
2)
Rumusan Masalah.
Dari latar
belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan
masalah sebagai berikut : bagaimanakah mengenali dan mengembangkan
kecerdasan visual dalam menggambar pada anak di sekolah dasar (SD)?
B.
Pembahasan.
1)
Memahami Kecerdasan Visual
Manusia memang dianugrahi
kecerdasan yang membedakan dengan
mahluk lainnya. Dalam istilah populer kita memeliki Intelligence Quotient(IQ), dan kecerdasan tersebut sebagai modal
untuk kita menjalani kehidupan. Menurut Howard Gardner, Profesor Pendidikan
Harvard, menyatakan bahwa IQ hanya sebagian dari kecerdasan manusia. Kecerdasan
manusia jauh lebih besar dari sekedar IQ.[2] Jadi peran IQ itu didukung
dengan beberapa kecerdasan lagi, tidak hanya IQ yang berperan dalam membentuk
kecerdasan. Bentuk-bentuk kecerdasan yang dimiliki oleh manusia ini dikenal
sebagai Multiple Intelligences.
Masih menurut Howard Gardner, Multiple Intelligences itu antara lain,
kecerdasan logis-matematis, Kecerdasan linguistik-verbal, kecerdasan
visual-spatial, kecerdasan musical, kecerdasan kinesthetic, kecerdasan
emosional (intrapersonal dan interpersonal), kecerdasan naturalist, kecerdasan
instuisi, kecerdasan moral, kecerdasan eksistensial, kecerdasan spiritual dan
lain-lain.[3] Jadi dari sebagian
kecerdasan yang dimiliki oleh anak-anak, salah satunya adalah Kecerdasan
Visual.
Pengertian kecerdasan visual adalah adalah
kecerdasan gambar dan visualisasi, Kecerdasan ini melibatkan kemampuan untuk
memvisualisasikan gambar di dalam kepala seseorang atau mencitrakannya dalam
bentuk dua atau tiga dimensi.[4]
Dari pengertian di atas tersebut menjadi
jelas, bahwa kecerdasn visual lebih menekankan pada bentuk gambar, atau dengan
kata lain menggambar atau melukis. Dengan demikian kecerdasan visual yang
dimiliki seorang anak perlu ditumbuhkan dalam mencapai kemampuan yang optimal.
Dunia pandidikan Sekolah Dasar (SD), merupakan peletak dasar dalam menggali
kecerdasan visual yang dimiliki oleh anak-anak. Guru mempunyai peranan penting
dalam hal ini, maka dari itu seorang gruru diharapkan mengetahui ciri anak yang
mempunyai kecerdasan visual.
Adapun ciri-ciri anak yang mempunyai kecerdasan
visual antara lain :
- Biasanya mereka suka memperhatikan peta, chart gambar, video dan film.
- Mempunyai kelebihan dalam hal baca tulis.
- Biasanya mempunyai kemampuan yang baik dalam bidang menggambar/seni lukis.
- Mereka mengunakan penalaran dan logika berdasarkan gambar atau lambang dengan baik.
- Mereka berfikir secara konseptual dalam kerangka pola-pola gambar atau simbol dan mampu membuat hubungan hubungan antara berbagai ragam informasi yang didapat.[5]
Dengan demikian dalam langkah selanjutnya, guru
menyiapkan dengan kompetensi yang dimilikinya, berupa ketrampilan dalam
menggambar, membuat objek gambar, mewarnai, dan melukis. diharapkan nantinya
anak didiknya memperoleh kecakapan, kreatifitas, dan ketrampilan pada bidang
yang disukainya yaitu menggambar dan melukis. Karena kegiatan tersebut dapat
mentimulus anak yang mempunyai kecerdasan visual. Lebih jauh Bobbi dePorter dan
Mike Hernacki, meyarankan agar kecerdasan yang telah muncul dapat dirawat
dengan baik, berikut beberapa persyaratan yang harus dipenuhi :
1.
Struktur saraf bagian bawah harus tetap
berkembang agar energi dapat mengalir ke tingkat lebih tinggi
2.
Anak harus merasa aman secara fisik dan
emosional
3.
Harus ada model untuk memberikan rangsangan yang
wajar.[6]
Itulah
beberapa hal yang harus diperhatikan untuk dapat menjaga dan mengembangkan
kecerdasan pada anak.
2)
Peranan Guru Dalam Mengembangkan Kecerdasan Visual pada Anak.
Profesi
guru dalam dunia pendidikan merupakan hal yang utama dalam mendidik dan
menciptakan anak didik yang berguna bagi maysrakat dan bangsa. Pendidikan seni
dan budaya di Sekolah Dasar (SD), diharapkan menjadi mata pelajaran yang bukan
hanya pelengkap saja, tetapi juga mempunyai andil dalam memunculkan kreativitas
anak. Hendaknya pelajaran kesenian dapat dijadikan pelajaran yang menyenangkan
dan mendukung pelajaran umum lainnya. Pelajaran kesenian, yang sesungguhnya
merupakan sinonim dari penghalusan budi, perlu perjumpaan langsung, dengan
melibatkan pancaindera. Karena memang begitulah rumus lama : tak ada segala
sesuatu yang masuk dalam pikiran manusia tanpa lewat pancaindera. Nihil est intellectu, quod non prius
fuerit in sensu, kata orang pintar dari jauh sana[7]
Kreatifitas
pada anak didik dalam menumbuhkan Kecerdasan Visual perlu ditanamkan sedini
mungkin, salah satunya melalalui pendidikan Sekolah Dasar (SD). Untuk dapat
menumbuhkan dan mewujudkan Kecerdasan Visual, Guru harus dapat memahami dan
melakukan hal-hal sebagai berikut :
a.
Sering diajak bepergian dan minta mereka untuk
memperhatikan lokasi sebuah tempat, letak toko, dll
b.
Minta mereka menceritakan bagaimana cara
mencapai sebuah tempat (misalnya ke rumah nenek)
c.
Perbanyak kegiatan menggambar, mulai dari gambar
dua dimensi lalu tingkakatkan ke tiga dimensi
d.
Perkenalkan dengan alat-alat bantu belajar
berupa tiga dimensi, misalnya anatomi tubuh atau kerangka binatang
e.
Permainan semacam rubik juga dapat membantu
meningkatkan kecerdasan visual juga
kecerdasan logika matematika
f.
Kegiatan mencari jejak kelompok selain
meningkatkan visual, juga bisa meningkatkan beberapa kecerdasan lain seperti
kecerdasan naturalis, kecerdasan logika matematika dan interpersonal
g.
Buku-buku yang cocok untuknya adalah jenis buku
bergambar menarik apa saja berkaikan dnegan ilmu pengetahuan, daerah wisata,
bangunan-bangunan bersejarah, tempat-tempat terkenal, tofografi, tubuh, peta
dunia, dll.[8]
Guru
digharapkan dapat melihat masing-masing kecenderungan yang dimilki oleh anak
didiknya, karena tidak semua anak didik yang mempunyai kecenderungan dalam
kecerdasan visual. Dalam hal ini guru harus mengetahui asas pendidikan,
sebagaimana di kemukakan oleh bapak pendidikan kita Ki Hajar Dewantara, yaitu ing
ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso dan tut wuri handayani. Dalam tut
wuri terkandung maksud membiarkan peserta didik menuruti bakat dan
kodratnya sementara guru memperhatikannya. Dalam handayani berarti guru mempengaruhi peserta didik, dalam arti
membimbing dan mengajarnya.[9]
Jadi
dari dalam asas tut wuri handayani,
sudah jelas tentang konsep pembelajaran yang efektif antara guru dan anak
didik. Menuruti bakat dalam pengertian di atas adalah kecenderungan kecerdasan
yang dimiliki oleh anak didik. Maka dari itu guru diharapkan dapat memunculkan
salah satu kecerdasan yang dimiliki oleh anak didiknya. Dalam Sekolah Dasar
(SD) pola pengajaran yang paling dasar untuk memunculkan kecerdasan visual,
adalah dengan mengajarkan menggambar dan ketrampilan.
Dalam
Handayani mengandung makna membimbing
dan mengajar,lebih jauh menurut Drs. Slameto sebagai pembimbing dalam belajar,
guru diharapkan mampu untuk :
a.
Mengenal dan memahami setiap siswa baik secara
individual maupun kelompok.
b.
Memberikan penerangan kepada siswa mengenai
hal-hal yang diperlukan dalam proses belajar.
c.
Memberikan kesempatan yang memadai agar setiap
siswa dapat belajar sesuai dengan kemampuan pribadinya.
d.
Membantu setiap siswa dalam mengatasi
masalah-masalah pribadi yang dihadapinya.
e.
Menilai keberhasilan setiap langkah kegiatan
yang telah dilakukannya.[10]
Dengan
demikian akan terjadi keseimbangan dan keharmonisan, dalam belajar mengajar
antara guru dan murid. Dan pengajaran akan dapat diterima dan diserap oleh
murid dengan baik.
3)
Pembelajaran Seni rupa di Sekolah Dasar (SD)
Pelajaran Seni dan Budaya di negeri sendiri sangat
minim, bahkan mungkin tidak ada. Keadaan seperti ini banyak di pengaruhi banyak
faktor, salah satunya adalah situasi sosial-politik yang carut marut yang
terjadi dalam pemerintahan. Menurut Agus Dermawan T, dan hancurnya ahlak itu,
yang ternyata juga diikuti suntuknya generasi baru dalam dunia narkoba,
dianggap telah terindikasi sejak kurikulum sekolah era Orde Baru kurang
mengindahkan mata pelajaran kebudayaan atau kesenian. Sebuah mata pelajaran
yang sesungguhnya menebarkan banyak fungsi : sebagai forum kreasi dan rekreasi,
ventilasi psikologis, medium penghiburan, , pembangkit rasa percaya diri.[11]
Pelajaran kesenian dalam konteks ini adalah mennggambar
dan ketrampilan, merupakan bagian dari mata pelajaran pendukung atau muatan
lokal. Hendaknya pelajaran menggambar dan ketrampilan dapat diajarkan di
Sekolah-sekolah dasar, dan diharapkan siswa mempunyai kecakapan kreativitas,
disamping kecakapan intelektual.
a)
Mengenal unsur-unsur dalam Gambar atau Lukisan.
Pelajaran
menggambar di Sekolah Dasar (SD), hendaknya meliputi elemen-elemen seni rupa
antara lain :
1)
Titik.
Titik merupakan unsur dasar pembentuk suatu garis, dan
pengoperasian titik ini dapat dipraktikan dalam melukis. misalnya pengoperasian
titik untuk membentuk suatu bidang atau objek. Denganh menggunakan media
seperti pastel, pensil warna dan lainnya.
2)
Garis.
Garis adalah unsur kedua dalam sebuag lukisan atau lukisan.
Bentuk garis dapat menarik apabila diolah semaksimal mungkin. Pengoperasian
garis, sedangkan garis dapat menarik apabila bervariasi. Tebal tipisnya garis
akan menghasilkan suatu gambar yang menarik dan artistik.
3)
Warna.
Warna adalah unsur ketiga dalam seni rupa, penggunaan warna
untuk pendidikan dasar hendaknya menggunakan media yang aman dan mudah. Dalam
konteks ini media yang tepat berupa pensil warna, crayon atau pastel. Dimana
penggunaan media tersebut praktis dan mudah dalam penggunaannya.
4)
Bidang.
Bidang merupakan salah satu unsur penting dalam sebuah
gambar atau lukisan. Dengan pendoperasian garis dan warna maka akan terbentuk
suatu bidang. Bidang dalam seni rupa dibagi dua, yaitu bidang beraturan dan
bidang tak beraturan. Komposisi bidang-bidang dapat dipraktikan disekolah
dasar, selanjutnya dapat diwarnai.
b)
Menggambar objek lukisan atau gambar.
Objek dalam seni rupa adalah bentuk yang meliputi mahluk
hidup dan benda mati. Objek yang termasuk dalam kategori mahluk hidup anatara
lain manusia, hewan dan tumbuhan, sedangkan untuk benda mati dapat disebut
dengan isatilah alam benda. Menggambar objek di lingkungan Sekolah Dasar (SD),
hendaknya mencakup kedua kategori tersebut. penggambaran objek-objek yang
digambar oleh anak-anak tersebut tidak dituntut untuk realistik, cukup dengan
penekanan pada bentuk objeknya saja.
Hal yang perlu kita perhatikan bersama, kreatifitas pada
anak tidak diukur dari bagaimana ia menggambarkan sesuatu dengan bagus dan
sempurna. Hal ini dikarenakan pada dasarnya kesempurnaan bentuk pada gambar
merupakan hasil dari proses perkembangan motorik halus si anak, tidak ada
hubungannya dengan kreatifitas itu sendiri. Anak dikatakan kreatif apabila ia
bisa dengan lancar menuangkan ide, pikiran bahkan terkadang emosinya sendiri
dan menceritakannya dalam bentuk gambar.
Selanjutnya bentuk objek yang telah digambar, dapat diwarnai
dengan menggunakan warna-warna sesuai dengan keiinginan si anak. Tetapi disisi
lain guru juga harus tetap mengawasinya, dalam arti diharapkan proses pewarnaan
dilakukan dengan baik.
c)
Wisata Seni.
Pembelajaran alternatif dapat dilakukan oleh guru Sekolah
Dasar (SD), salah satunya adalah dengan
wisata seni. Wisata seni sebagai media pembelajaran yang mungkin dirasa cukup
menyita waktu dan tenaga, dengan adanya wisata seni diharapkan dapat menjadi
stimulus kecerdasan visual pada anak. Maka ditengah krisis pendidikan seni di
bangku sekolah lantaran tiadanya guru menyanyi, menggambar, menari, teater dan
prakarya yang mumpuni (terampil dan menguasai teori), cara “kunjungan seni”
apik bila jadi alternatif. Karena kunjungan itu mempertemukan indera dengan
realitas seni yang ada.[12]
Kunjungan dapat dilakukan dengan mendatangi tempat-tempat
yang berbasis seni, seperti museum, sanggar seni, pameran seni, home industri
kerajinan, dan galeri seni. Sang Guru dalam proyek ini hanya bertindak sebagai
mediator, Cuma memberi pengarahan proses pengenalan seni, bukan memberi
pelajaran seni.[13]
Dengan berwisata sekaligus diharapkan menjadi suatau pelajaran yang menarik
bagi siswa. Diharapkan dengan dilaksanakannya pembelajaran alternatif, yaitu
wisata seni siswa akan mendapatkan pemahaman baru dalam menstimulus kecerdasan
visual.
Dengan diadakannya wisata seni diharapkan para siswa akan,
mnedapatkan pengalaman dan pemahaman baru seperti berikut :
1.
Mengenal benda seni secara lngsung.
2.
Mengetahui proses pembuatan benda-benda seni.
3.
Mengetahui jenis-jenis karya seni.
4.
Memotivasi siswa dalam membuat karya seni.
Pelajaran
kesenian khususnya seni rupa, akan menjadi mengasikan dengan adanya wisata seni
yang dilakukan oleh sekolah-sekolah. Menurut Agus Dermawan T, dan jangan lupa,
pelajaran kunjungan seni sini bisa dilakukan oleh sekolah dimana saja. Karena
kesenian tumbuh memmikat sampai desa-desa. Apalagi ketika diketahui bahwa
ketinggian olah budaya di Indonesia jauh telah mengkristal di segala pelosok.[14]
C. Penutup.
Pelajaran
kesenian dan ketrampilan perlu dikembangkan di Sekolah Dasar (SD). Dalam hal
ini peran Sekolah Dasar (SD) merupakan peletak dasar dalam dunia pendidikan,
sebagai lanjutan untuk siswa melanjutkan pada jenjang pendidikan selanjutnya.
Disamping itu, Sekolah Dasar (SD) dapat memunculkan kecerdasan yang dimilki
oleh tiap murid. Karena kecenderungan kecerdasan yang dimiliki anak didik
tidaklah sama. Kecerdasan visual merupakan salah satu dari kecerdasan ganda (multiple Intelegence), yang dimiliki
oleh anak dididk. Dan diharapkan peranan guru dalam memunculkan kecerdasan
visual, diimbangi pula dengan kecakapan guru dalam ide, kreatifitas dan
ketrampilan guru dalam mengolah dan menciptakan karya visual (visual art).
Dalam
praktek pembelajarannya pelajaran kesenaian di Sekolah Dasar (SD), diharapkan
menjadi pelajaran yang wajib dilaksanakan di tiap-tiap sekolah. Akan menjadi
ironis, ketika kesenian mengalami kemandekan di sekolah, sedangkan negara kita
adalah negara yang kaya akan seni dan budaya adiluhung. Kebijakan pemerintah
dalam menyusun kurikulum penididikan diharapkan dapat seimbang. Dalam arti pendidikan
kesenian juga merupakan salah satu yang penting dan perlu di ajarkan di Sekolah
Dasar (SD). Dengan adanya kesenian maka diharapkan anak didik akan mempunyai
kecakapan intelektual dan kecakapan kreativitas.
DAFTAR PUSTAKA
Agus Nggermanto. 2003. Quantum Quotient, Kecerdasan Quahtum. Bandung :Nuansa.
Agus
Dermawan T. 2004. Bukit-Bukit Perhatian, Dari Seniman Politik, Lukisan Palsu sampai
Kosmologi Seni Bung karno. Jakarta : Gramedia.
Bobbi
DePorter dan Mike Hernacki. 2011. Quantum
Leraning. Bandung: Kaifa.
Dina
Indriana. 2011. Mengenal Ragam
Pembelajaran Efektif. Yogyakarta: Diva Press.
Masterdac, KecerdasanVisualSpatial.(http://www.duniaanakcerdas.com/kecerdasan-visual-spasial.html.),
diakses tanggal
11 April 2012.
Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-Faktor yang
Mempengaruhinya. Jakarta : Rineka Cipta.
Soetjipto dan Rafis Kosasi. 2009. Profesi Keguruan. Jakarta:Rineka Cipta.
----------,
cara mengasah kecerdasan keruangan gambar siswa visual spatial intelligence, (http://www.infogue.com/viewstory/2009/12/23/cara_mengasah_kecerdasan_keruangan_gambar_siswa_visual_spatial_intelligence_/?url=http://wyw1d.wordpress.com/2009/12/21/cara-mengasah-kecerdasan-keruangangambar-siswa/), diakses tanggal 11 April 2012.
Footnote
[1] Dina Indriana, mengenal ragam pembelajaran efektif, (Yogyakarta, Diva
Press, 2011), hlm. 8
[2] Ir. Agus Nggermanto, Quantum Quotient, Kecerdasan Quahtum, (Bandung
:Nuansa, 2003),hlm.49
[3] Ibid.hlm.49
[4] www.duniaanakcerdas.com
[5] www.infogue.com
[6] Bobbi DePorter dan Mike Hernacki, Quantum Leraning, (Bandung:
Kaifa,2011), hlm.30.
[7] Agus Dermawan T, Bukit-Bukit Perhatian, Dari Seniman Politik, Lukisan
Palsu sampai Kosmologi Seni Bung karno, (Jakarta : Gramedia, 2004), hlm. 188.
[8] www.duniaanakcerdas.com
[9] Prof.Soetjipto, Drs.Rafis Kosasi, M.Sc., Profesi Keguruan,(Jakarta:Rineka Cipta, 2009),hlm.50.
[10] Drs. Slameto, Belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, (Jakarta
: Rineka Cipta, 2010), hlm.100.
[11] Agus Darmawan T, Bukit-Bukit........, hlm. 185.
[12] Agus Darmawan T, Bukit-Bukit........, hlm. 188.
[13] Agus Darmawan T, Bukit-Bukit........, hlm. 189.
[14] Agus Darmawan T, Bukit-Bukit........, hlm. 189.
Sabtu, 01 Juni 2013
Tradisi Wagean di Bumiayu
Tradisi Wagean di Bumiayu
Masyarakat Bumiayu tentunya sudah
tidak asing lagi dengan istilah “Wagean”, ya sebuah aktifitas jual beli masyarakat
Bumiayu yang mengacu pada penanggalan
Jawa atau kalender Jawa. Sebagaimana kita tahu bahwa kalender Jawa
merupakan perpaduan antara budaya Islam dan budaya Hindu-Budha. Dan dalam
sistem kalender Jawa, siklus hari yang di pakai ada dua yaitu siklus mingguan
yang terdiri dari 7 hari dan siklus pekan Pancawara yang terdiri dari 5 hari
pasaran. Sistem yang di pakai untuk hari pasaran adalah menggunakan siklus
pekan Pancawara yang terdiri dari hari-hari seperti Legi, Pahing, pon, Wage dan
Kliwon. Jadi Pasar Wage sebuah aktifitas pasar yang berdasarkan penanggalan
Jawa, di mana masyarakat Bumiayu dan sekitarnya yang memperjualbelikan
barang-barang dagangan. Sebenarnya konsep dari wagean sendiri pada awalnya
adalah sebuah wadah untuk memperjualbelikan hewan ternak seperti sapi, kerbau,
dan kambing. Secara historis memang mengacu pada penanggalan Jawa, dimana
penanggalan Jawa selalu mempertimbangkan pada hari baik atau keberuntungan
melalui Primbon.
Tradisi masyarakat Jawa selalu berpegang pada
aturan atau panduan yaitu berupa Primbon. Di mana pengertian Primbon menurut
Franz Magnis Suseno, adalah buku-buku di mana dicatat saat-saat, tempat-tempat
dan syarat-syarat lain yang tepat untuk segala macam usaha. Jadi dalam segala
sesuatunya masyarakat Jawa selalu memepertimbangkan keseimbangan dalam
kehidupan. Hal itu mencakup keseimbangan dengan alam, dunia lain dan kekuatan
kosmis. Oleh karena itu manusia (masyarakat Jawa) tidak boleh bertindak gegabah
seakan-akan masalahnya terbatas pada dimensi sosial dan ilmiah. Termasuk dalam
pemilihan tempat jual beli, pemilihan hari, pemberian nama, pekerjaan dan
lainnya masyarakat Jawa mempertimbangkan kesatuan dan keserasian.
Dalam hal pemilihan tempat misalnya
menjadi penting dengan alasan keselamatan. Menurut Franz Magnis Susuno, bahwa
dalam rangka pandangan Dunia Jawa, manusia tentu berkepentingan agar setiap
orang menempati tempatnya yang tepat. Di tingkat masyarakat, tanda yang paling
jelas bahwa setiap pihak berada pada tempat kosmisnya yang tepat adalah
keselarasan sosial. Dari semua pertimbangan di atas maka tidak salah pemilihan
tempat jual beli seperti pasar, memerhatikan aturan yang ada seperti yang di
anut masyarakat Jawa. Kenapa hari pasaran Wage berada di Bumiayu, tentunya
berdasarkan pertimbangan Primbon dan kalender Jawa serta menurut pendapat para
sesepuh.
Aktifitias
perdagangan yang berada di ruas jalan utama Bumiayu-Salem, secara historis pada awalnya adalah pasar
tempat penjualan hewan ternak dan dinamakan Pasar Hewan. Karena pasar tersebut
jatuh pada hari pasaran Wage, maka masyarakat Bumiayu menyebutnya dengan
sebutan Pasar Wage. Dan aktifitas warga yang datang melakukan transaksi jual beli dan interaksi
sosial di pasar wage disebut dengan istilah “Wagean”. Hewan ternak yang di
perjualbelikan di Pasar Wage antara lain seperti sapi, kerbau, kambing,
kelinci, jenis burung dan ikan. Pasar
Hewan dalam perkembangan selanjutnya, mulai di padati pedagang-pedagang yang
berjualan alat pertanian, perkebunan, perikanan, dan kebutuhan lainnya. Di mana
komoditi dalam pertanian dan peternakan di dukung oleh alat dan juga
kelengkapan lainnya. Maka dari itu tidak heran jika dalam perkembangannya Pasar
Wage terdapat pedagang yang mensuplai kelengkapan alat pertanian dan
peternakan.
Pedagang alat pertanian yang menjual barang dagangannya di sepanjang Pasar Wage. |
Tetapi dengan adanya pedagang yang
memperjualbelikan barang-barang kebutuhan pertanian sampai dengan pakaian,
tidak membuat transaksi jual beli ternak kehilangan identitasnya. Pasar Wage
tetap menjadi ajang jual beli ternak di wilayah Bumiayu dan sekitarnya. Dengan
adanya pedagang yang memperjualbelikan barang-barang kebutuhan rumah tangga dan
perlengkapan lain, Pasar Wage semakin ramai di padati oleh pembeli dari
berbagai daerah. Warga masyarakat Bumiayu Wagean untuk mencari dan membeli
barang-barang dengan harga yang bersaing dan murah. Di pasar Wage memang
memperjualbelikan barang dengan harga yang murah, tetapi dengan kwalitas yang
tidak berbeda jauh dengan yang ada di toko-toko.
Di Pasar Wage dapat ditemui
barang-barang yang tidak ada di toko-toko dan tentunya harga juga lebih murah.
Barang-barang seperti fashion, elektronik, barang antik, obat-obatan
alternatif, buku-buku, onderdil motor, pernak-pernik asesoris, sampai dengan
kuliner semua ada di Pasar Wage. Semua barang-barang tersebut ada dalam kondisi
baru dan juga ada yang second, dan tentunya harga juga berbeda dengan
yang ada di toko. Di samping itu di Pasar Wage kadang di temui para pedagang
yang menjual hewan dari mulai kelinci, ikan, ular, kura-kura,
tokek, iguana, burung hantu, monyet, landak dan hewan-hewan eksotik lain, yang
tidak lazim dipelihara tersedia di Pasar Wage Bumiayu. Itulah yang membuat daya
tarik dari Pasar Wage di Bumiayu selain sebagai ajang jual beli, pasar tersebut
sebagai wahana hiburan warga Bumiayu dan sekitarnya.
Dengan
adanya para pedagang tersebut membuat daya tarik Pasar Wage, sehingga pasar
tersebut selalu ramai dipadati oleh para pembeli dari berbagai wilayah di
Brebes Selatan. Dan keramaian pada hari wage tersebut membuat lalu lintas di
kota Bumiayu macet selama ada aktifitas Pasar Wage. Dimana kita semua juga
tahu, kota Bumiayu pada hari-hari biasa juga selalu macet karena aktifitas
pasar dan juga parkir yang semrawut. Apalagi kalau bertepatan dengan adanya
Pasar Wage, lalu lintas di Bumiayu dari ruas jalan utama sampai jalan-jalan
kecil macet dan tersendat. Jika hari pasaran Wage bertepatan dengan hari minggu
atau hari libur Nasional, Pasar Wage semakin ramai dan lalu lintas semakin
macet.
Terlebih
lagi jika mendekati hari raya Idul Fitri atau Idul Adha, Pasar Wage semakin
ramai dan dipadati pengunjung. Hal ini dikarenakan para perantau yang pulang
kampung belanja kebutuhan untuk keperluan lebaran di Pasar Wage. Sehingga warga
Bumiayu yang dari rantau tumplek jadi satu, ditambah lagi dengan warga dari
sekitar Bumiayu seperti Paguyangan, Tonjong, Bantarkawung dan Salem. Di sisi
lain masyarakat Bumiayu juga mengenal tradisi “Prepegan”, adalah waktu dalam
hitungan hari yang menandakan akan berakhirnya bulan Ramadhan dan menyambut
datangnya Hari Raya. Dengan adanya Prepegan warga Bumiayu mengungkapkan dalam
wujud rasa syukur dan kegembiraan menyambut Hari Raya. Sehingga warga
mempersipakan segala kebutuhannya menjelang hari raya, sasaran untuk membeli
kebutuhan tersebut salah satunya adalah di Pasar Wage. Baik dalam perayaan hari
raya Idul Fitri atau Idul Adha, warga Bumiayu
selalu memadati Pasar wage dan melakukan aktifitas wagean.
Aktifitas
jual beli di Pasar Wage dan interaksi sosial di pasar tersebut, apabila
dicermati merupakan bentuk budaya yang telah tarkait dengan masyarakat dan
terbentuk melalui relasi sosial. Di dalam Pasar Wage terbentuk relasi
perdagangan melalui kesadaran
kolektif secara ekonomi, sosial dan budaya sekaligus. Bedanya dibanding pasar-pasar
lain, di pasar Wage ini iklim perdagangan yang terbentuk masih bersifat
tradisional. Bentukan dari tindakan-tindakan terdahulu (tradisi) yang terproses
panjang oleh perjalanan waktu. Jadi pada intinya memang tradisi “Wagean”
bertumpu pada tradisi Jawa baik dalam penanggalan maupun dalam interaksi jual
belinya. Bentuk budaya yang dimaksud adalah berlangsung aktivitas jual-beli
yang kaya nilai-nilai lokal. Seperti keramahan masyarakat dalam bertegur sapa
dan ramainya suasana tawar-menawar untuk mencapai kesepakatan harga. Sehingga
yang terjadi adanya interaksi sesama warga Bumiayu dan sekitarnya yang lebih
hidup ketika berada di dalamnya.
Dalam budaya Jawa
memang selau mengedepankan nilai-nilai luhur yang berkaitan dengan keramahan
dan kebersamaan antar sesama. Filsafat masyarakat Jawa mengajarkan orang dalam
pergaulan masyarakat bersikap ramah tamah, menghargai sesama manusia. Lebih spesifik
Franz Magnis Suseno menjelaskan, bahwa masyarakat Jawa mengatur
interaksi-interasksinya melalui dua prinsip, prinsip kerukunan dan hormat.
Sehingga warga Bumiayu melangsungkan segala aktifitasnya berpegang pada
nilai-nilai kearifan lokal tersebut. Tak terkecuali dalam aktifitas jual beli
di Pasar Wage, sehingga yang terjadi adalah terjalinnya pertemanan dan
persaudaraan. Itulah istimewanya sebuah wagean disamping sebagai transaksi jual
beli, juga sebagai ajang untuk silaturahmi dan persaudaraan. Dengan pergi ke
wagean kita dapat dipertemukan dengan saudara, teman lama atau bahkan menambah
teman melalui transaksi jual beli.
Aktifitas jual beli hewan ternak di Pasar Wage Bumiayu. |
Itulah
kelebihan dari tradisi wagean di Bumiayu, sehingga setiap hari pasaran wage
senantiasa ramai dikunjungi oleh warga Brebes Selatan. Tradisi wagean juga
melebur status sosial yang ada di masyarakat, yaitu bertemunya orang kaya dan
orang kecil (wong cilik). Di mana kita tahu dalam tradisi Jawa terdapat
dua status sosial yaitu Wong Cilik dan Kaum Priyayi. Wagean telah
menjadi bagian dari Budaya yang ada di wilayah Bumiayu, dan senantiasa ramai di
kunjungi dan dipadati oleh warga. Wagean telah menjadi aktifitas warga Bumiayu
dan sekitarnya, yang berdasarkan nilai-nilai luhur budaya Jawa. Maka dari itu Dengan
tingginya animo warga masyarakat Bumiayu yang mengunjungi Pasar Wage,
seharusnya perlu di imbangi dengan pembenahan sarana dan prasarana yang lebih
menunjang dan lebih baik lagi. Pembenahan jalan raya, peraturan pedagang,
retribusi parkir, dan sarana pasar yang ideal, merupakan beberapa upaya dalam
melestarikan tradisi wagean di Bumiayu.
Pembenahan sistem yang baik dan
teratur diharapkan dapat membuat pasar wage tetap bertahan tanpa meninggalkan
tradisi lokal yang ada di wagean. Di sisi lain dengan adanya era globalisasi
dan era teknologi, yang tak dapat dibendung
tidak membuat tradisi wagean di Bumiayu itu hilang. Maka dari itu pemerintah
harus bersikap bijak dalam menyikapinya, dan tetap berpihak pada budaya
kearifan lokal. Dengan menjamurnya budaya pasar modern seperti supermarket,
minimarket, dan mall, pemerintah setempat harus tetap mempertimbangkan kearifan
budaya lokal yang berpihak pada kerakyatan. Tradisi wagean yang ada di tengah
kota Bumiayu tanpa
harus kehilangan identitasnya sebagai salah satu simbol ekonomi dan budaya
kerakyatan. Semakin banyak perhatian pemerintah dapat mewujudkan keberpihakan
kepada rakyat dalam kebijakan pembangunan, maka pembangunan kota akan semakin
mendapat tempat di hati masyarakat. Kita sebagai bagian dari masyarakat Jawa,
ikut berperan serta dalam melestarikan kearifan budaya lokal. Maka dari itu
sebagai warga masyarakat Bumiayu, mari kita lestarikan budaya “wagean” dengan
mengunjungi pasar wage dengan sikap yang rukun dan ramah tamah. Dengan semua
itu diharapkan tradisi “wagean” yang sudah ada sejak dulu dapat tetap lestari
ditengah era globaliasasi.
Salam Budaya!!
Label:
Artikel
Lokasi:
Bumiayu, Indonesia
Langganan:
Postingan (Atom)