catatan (ter)pinggir wacana seni di Bumiayu
Catatan (ter)pinggir Wacana Seni di Bumiayu
Bumiayu adalah kota kecamatan yang terletak di
ujung selatan kabupaten Brebes. Masyarakat Bumiayu pada umumnya mempunyai mata
pencaharian sebagai pedagang, petani, dan juga buruh. Tulisan ini merupakan kegundahan
hati, penilaian saya, pemikiran saya, dan juga saran serta kritik saya tentang
tentang dunia berkesenian di wilayah Bumiayu dan Brebes pada umunya.
Mudah-mudahan tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca, dalam kaitan ini saya
mencoba menulis seobjektif mungkin tanpa memihak golongan atau kelompok
tertentu.
Kesenian
Tradisional.
Dunia kesenian di Bumiayu memang dapat
dikatakan cukup ramai untuk ukuran kota kecamatan. Beragam kesenian baik
tradisional dan modern muncul ke permukaan. Walaupun secara historis mungkin
akar kesenenian di daerah tersebut(Bumiayu) cukup sedikit atau bahkan dapat
dikatakan tidak ada. Dalam artian kesenian daerah di wilayah Bumiayu, kesenian
daerah yang ada merupakan persilangan atau pengadopsian dari kesenian daerah
lain. Secara historis kesenian di Bumiayu memang tidak ada, kesenian yang ada
di wilayah Bumiayu atau Brebes merupakan adopsi dari budaya daerah lain seperti
jawa barat dan banyumas. Kesenian tradisional seperti sintren, calung, tari
topeng, kuda lumping, sisingaan dll, merupakan kesenian yang hampir dapat
dijumpai wiliyah Jawa mempunyai bentuk kesenian tersebut. Jadi bukan bentuk
murni dari wilayah Brebes, Sintren misalnya populer di Cirebon, calung juga
merupakan bentuk kesenian dari Jawa Barat dan tari topeng juga hampir di semua
kebudayaan mempunyai bentuk budaya topeng.
Coba amati saja, bagi temen-temen yang tinggal
Bumiayu, berapa kali dalam satu tahun pernah melihat atau menyaksikan
pertunjukan seni tradisional? Atau menyaksikan pameran seni rupa atau melihat
pertunjukan seni musik (band) kontemporer?. Dapat dikatakan pertunjukan
kesenian tradisional sangat minim atau bahkan tidak pernah, ada mungkin hanya
di lingkup kecil. Kesenian tradisional seperti apa yang sering disaksikan,
apakah tari atau seni musik tradisional
sudah sangat jarang kita lihat di Bumiayu, memang secara historis tidak
mengakar kuat pada masyarakat. Mungkin yang sering saya lihat dan saksikan
adalah bentuk seni seperti genjring (rebana), itu juga biasanya dimainkan untuk
mengiringi hajatan sunatan masal atau pengajian pada hari-hari besar Islam.
Kesenian itu hadir pada acara hajatan di kampung yang kurang mendapat apresiasi
dari masyarakat. Calung, kesenian tradisional ini sering muncul pada
acara-acara seperti karnaval, pasar rakyat, Bumiayu Fair, atau dalam rangka
hari jadi Brebes.
Ada pula kesenian tradisional sisingaan,
kesenian tradisional ini pernah saya lihat pada acara kirab budaya hari lahir
Brebes yang ke-333 di Bumiayu. Bentuk kesenian tradisional yang merupakan
perpaduan seni tari, patung dan musik ini merupakan bentuk kesenian yang cukup
populer di wilayah Jawa. Karena kesenian ini tidak hanya ditemui di daerah
Brebes tetapi juga di daerah lainnya. Lantas apa lagi bentuk kesenian
tradisional lain yang temen-temen saksikan di wilayah Bumiayu. Mungkin bentuk
kesenian tradisional lainnya adalah wayang kulit atau wayang golek. Pertunjukan
wayang ini juga tidak terlalu sering kita lihat di Bumiayu, hanya pada waktu-waktu
tertentu pada saat ada peringatan-peringatan atau hajatan. Dan masih terdapat
kepercanyaan masyarakat lama, bahwa nanggap wayang di wilayah lor kali keruh
adalah pamali, akan terjadi hal yang tidak baik jika pertunjukan wayang tetap
dilaksanakan. Entah sampai kapan kepercayaan masyrakat tersebut dapat dirubah,
suatu bentuk warisan nenek monyang yang ambigu dan pebuh enigma di era modern.
Mungkin pertunjukan wayang yang sering mampir
di wilayah Bumiayu adalah rombongan wayang dari tegal yang di komandoi oleh Ki
Enthus Susmono. Pertunjukan wayang yang di dalangi Ki Enthus, selalu menarik
perhatian masyarakat Bumiayu dan sekitarnya. Dimana pertujukan wayang yang
didalangi Ki Enthus selain bermuatan sosial dan mengandung pesan moral juga
selalui dibumbui dengan lelucon gaya tegal
(dengan bahasa prokem ngapak). Dan lelucon yang muncul pada pagelaran
wayang tersebut dapat dikatakan juga jorok atau saru, tetapi masyrakat justru
senang dengan lelucon khas Ki Enthus.Kira-kira
bentuk kesenian tradisional seperti apalagi yang teman-teman sering saksikan di
wilayah Bumiayu. Yang jadi pertanyaan apakah nantinya kesenian tradisional
seperti di atas akan dapat bertahan dan dilestarikan oleh generasi penerus
kita. Sedangkan kalau dilihat secara sosial, masyarakat Bumiayu seolah cuek
atau tidak kritis dalam memahami atau mengapresiasi seni tradisional. Hal ini
mungkin wajar saja, dikarenakan secara historis dunia kesenian di Brebes memang
tidak mempunyai akar historis yang cukup.
Dalam buku sejarah kelahiran Brebes atau
cerita cerita-cerita legenda yang diceritakan oleh para orang tua kita memang
tidak sedikit pun bercerita tentang kesenian. Atau bahkan orang tua kita juga
tidak tahu menahu tentang sejarah nenek moyang kita, sungguh ironis bila kita
semua tidak memahami daerah tempat kita tinggal. Berbeda dengan daerah lain
yang mempunyai akar historis yang jelas, dalam hal ini adalah budaya nenek
moyang kita. Sebagai contoh budaya Cirebon sangat kuat akar sejarahnya, dimana
pada periode dulu Cirebon adalah kerjaan yang dipimpin oleh sultan. Sehingga
cukup jelas akar historis dalam hal kesenian dan bidang lainnya.
Bagi pembaca yang membaca tulisan ini
mudah-mudahan dapat tergugah untuk dapat mempertahankan nilai-nilai tradisi di
wilayah Brebes atau di Bumiayu. Minimal kita dapat mencintai nilai tradisional
dan mengetahui historisitas dari daerah yang kita tinggali sehingga nantinya
akan tumbuh rasa memiliki apa yang ada di daerah kita. Lantas apa yang terjadi
pada dunia seni kontemporer di Bumiayu, kesenian apa saja yang ada dan meyeruak
ke permukaan. Influence mana yang mempengaruhi budaya pop atau budaya massa
yang hadir di wilayah Bumiayu. Sejak kapan kira-kira budaya pop tersebut mulai
muncul di Bumiayu, jenisnya apa saja dan siapa para penggiatnya.
Budaya Pop di Bumiayu.
Budaya pop secara
sederhana adalah budaya populer yang dihasilkan melalui teknik industrial untuk
menghasilkan nilai profit dari konsumen massa. Budaya populer bersifat populer
dan dipasarkan secara masal, sehingga dengan adanya buday pop akan memberi
ruang sempit untuk seni-seni tradisional atau seni rakyat (folk) yang sudah
tumbuh dan berkembang lebih dulu. Disini saya tidak akan mengutip teori dari
pakar budaya seperti Jean Baudilard, Rolland Barthes, Dominic Strinati, John
Storey, Bryan Turner, Yasraf Amir Piliang, Idy Subandy, atau siapalah, saya sudah
dapat memprediksi nantinya ada beberapa komentar yang tidak enak di dengar.
Tapi disini saya menulis kegundahan atau pemikiran saya tentang kesenian di
Bumiayu sesuai kapasitas saya. Padahal bentuk kutipan bukan berarti copy paste,
di era postmodern ini kutip-mengutip dalam teks atau seni sudah sangat wajar
bukan berarti tidak kreatif, ini merupakan bentuk INTERTEKSTUALITAS menurut
Julia Kristeva. Atau PARODI, KOLASE, RE-INTERPRETASI, MONTASE, atau KITSCH,
PASTICHE, bahkan NIHILISME dalam dunia
seni pada umumnya sudah menjadi biasa.
Okelah tidak usah panjang lebar meributkan kutipan
atau bahasa ilmiah yang tidak mudah dipahami, memang walaupun menggunakan
bahasa yang rendah hati atau bahasa ilmiah yang asing, nantinya akan tetap
mendapat respon yang beragam bahkan tidak nyaman di kuping. Intinya
INTERTEKSTUALITAS itu akan terus berjalan dan akan terus ada menghiasi berbagai
kajian budaya baik verbal atau visual. Selanjutnya akan mulai dari mana pokok
bahasan kita tentang budaya populer di Bumiayu. Sebelumnya ada beberapa
pertanyaan tentang budaya pop di Bumiayu. Apakah ada budaya pop di Bumiayu?
Apakah masyarakat tahu tentang budaya pop? Apa saja yang termasuk budaya pop di
Bumiayu?Apakah para pelaku budaya pop di Bumiayu merasa berada di jalur ini
atau...? Dari mana pengaruh budaya pop tersebut dan siapa yang menjadi
sasarannya? Dari pertanyaan-pertanyaan tersebut akan menjadi pokok bahasan yang
menarik dan tentunya akan mengundang banyak pro dan kontra. Pada pokoknya saya
hanya mengutarakan kegundahan pemikiran, dari pada dipendam ada baiknya
diwacanakan ke publik lewat dunia virtual. Walaupun sekedar wacana bukan
berarti hanya sebagai utopia atau enigma, tetapi mudah-mudahan nantinya
menimbulkan pencerahan dunia kesenian di Bumiayu.
Melalui virtualitas diharapkan dapat meresap dan
merembes halus ke titik-titik vital atau sendi-sendi pelaku seni atau penggiat
seni di Bumiayu. Dari pengertian di atas kita sudah mengetahui budaya pop
adalah budaya yang diciptakan dengan teknik industri untuk mendapatkan untung
dan bersifat massa. Nah kalo kita lihat di kota kecil seperti Bumiayu bentuk
budaya seperti di atas kira-kira seperti apa, seni apa saja yang termasuk
budaya pop? Apakah seni rupa masuk dalam kategori budaya pop? Atau hanya seni
musik yang termasuk dalam budaya pop?. Dalam konteks ini kesenian populer yang
tumbuh di Bumiayu adalah jenis seni musik, lantas apakah bentuk seni rupa bukan
termasuk kategori populer di Bumiayu. Secara subtsansial bentuk seni visual
tidak termasuk budaya pop, dalam konteks ini dikarenakan proses pembuatan seni
rupa tidak bersifat masal atau masinal. Dalam pengertian seni rupa disini
adalah fine art, bukan kerajinan atau yang dikerjakan dengan mesin.
Sebelum membahas musik populer di Bumiayu, sedikit
akan saya ceritakan penglaman saya dalam duni seni rupa di kota kecil yang
kotor dan berdebu pada waktu kemarau dan becek ketika musim hujan (adakah di
antara temen-temen yang kritis melihat kondisi kebersihan di kota kita
tercinta, yang dikenal dengan Bumi yang Ayu). Seni rupa sudah menjadi
bagian dari hidup saya, sudah sejak kecil saya menekuni dunia seni, mulai dari
menggambar, membuat kerajinan dll. Mungkin terlalu panjang jika membicarakan
perjalanan hidup saya, dan terlalu naif juga. Kita awali saja ketika saya mulai
mengadakan pameran bersama seni lukis, di trotoar tepatnya di depan Pegadaian
Bumiayu pada tahun 2006. Pameran yang dapat dikatakan sebagai stimulus untuk
membangkitkan kembali dunia seni rupa yang sudah mati suri. Pameran di trotoar
dengan tampilan apa adanya tanpa penutup atau tayub, dapat dikatakan cukup
nekat, bagaimana tidak dana yang sedikit dan waktu cukup singkat dalam persiapannya.
Selanjutnya tahun 2007 saya bersama teman-teman
komunitas mengadakan pameran seni lukis kembali dengan tema “BumiArtyou”. Saya
tidak mau panjang lebar menjelaskan tentang sejarah seni rupa, yang saya inginkan
ada pembahasan yang berimbang. Dan memang seni rupa yang saya kibarkan bersama
temen-temen komunitas bukan termasuk budaya pop. Disamping itu pembahasan seni
rupa sudah tertulis dalam posting yang lama dalam blog ini. Lantas budaya pop
seperti apa yang ada di Bumiayu, apakah seni musik yang sudah ada dapat
dikatakan pop. Kita harus tahu secara substansial budaya pop terlebih dahulu,
dimana psoses munculnya budaya tersebut melibatkan industri dan media. Apakah
musik yang ada di Bumiayu dapat dikategorikan budaya pop. Menurut hemat saya
iklim seni musik yang ada di Bumiayu belum dapat dikategorikan dalam ranah
populer, walaupun ada yang beranggapan mereka membawakan aliran pop, pop
romantis, atau pop rock. Dimana secara substansial budaya pop adalah bersifat
massa, memang musik bersifat massa, lalu apakah musik dalam konteks ini sudah
terindustrialisasi atau termonopoli oleh kapital.
Memang secara universal musik sudah termasuk budaya
pop, secara historis musik populer sudah mulai muncul sejak periode 50-an.
Dimana pada waktu tumbuh dan berkembang jenis musik populer seperti jazz,
blues, soul, regea, dan rock n roll. Seiring dengan tumbuhnya musik pop maka
musik pop masuk dalam ranah industri, dengan jalan memperbanyak rekaman,
pentas, video, fashion, gaya hidup, dan gaya rambut. Semua yang berhubungan
dengan musik telah menjadi lahan komoditas yang subur dan akan terus dipanen
oleh para kapitalis dan industri monopolistik. Secara historis perjalanan seni
musik di Bumiayu mulai muncul kapan saya tidak begitu mengetahui secara persis,
mungkin dari temen-temen komunitas musik mengetahui kapan tepatnya musik
Bumiayu muncul ke publik. Lantas jenis musik apa saja yang tumbuh dan
berkembang di Bumiayu, setahu saya jenis musik yang tumbuh dan berkembang
adalah dangdut, campursari, pop, rock, regea, grunge, metal dan
underground(menyebut istilah untuk jenis musik ekstrim).
Apakah semua jenis musik yang ada tersebut sudah
dimonopoli oleh kaum kapital atau sudah dijadikan komoditas oleh pihak-pihak
terkait. Memang dalam dunia seni ada komponen-komponen pendukung dalam
menciptakan dan memasarkan sebuah karya seni. Komunitas musik yang ada di
Bumiayu saya rasa secara substansial belum merambah ke ranah populer, komunitas
yang ada di kota tersebut masih sebatas ekstase sebuah komunal. Musik yang ada
belum terindustrialisasi dan belum bersifat massa, walaupun bersifat massa itu
hanya sesaat saja tidak lebih dari sebuah ekstase. Jadi pertanyaan sudah jelas,
pencapaian seperti apa yang didapat sebuah kelompok musik atau band yang
berasal dari Bumiayu. Untuk dapat menjadi populer tentunya ada sebuah
pencapaian yang intens, antara lain album rekaman, show yang intens, atribut
band, sovenir, video klip, fashion,dll.
Dalam
pengamatan saya ada beberapa kelompok yang sudah sempat masuk dapur rekaman dan
mengeluarkan album, tetapi setahu saya album mereka dalam bentuk kompilasi atau
mungkin split album(dapat diklarifikasi pengamatan saya barangkali kurang
tepat). Selanjutnya apakah sebuah video klip merupakan sebuah pencapaian dalam sebuah
budaya musik pop, video, televisi, sudah tentunya menjadi bagian dari budaya pop.
Dalam konteks ini tentunya di imbangi dengan sebuah album rekaman dan rangkain
tour atau show yang nantinya akan melahirkan gaya berpakaian, gaya rambut, dan
gaya hidup dari sebuah band. Dalam pengamatan saya ada beberapa band Bumiayu
yang mencoba eksis membuat video klip yang kemudian diunggah melalui youtube.
Dengan adanya dunia cyberspace memudahkan dalam mencapai sebuah
popularitas, lewat dunia maya kita sudah dapat terhubung dengan manusia yang
ada di belahan dunia lain, walaupun pada kenyataannya itu adalah sebuah
virtualitas. Idealnya ditayangkannya sebuah video klip dari sebuah band atau
kelompok musik adalah sebagai bentuk promosi, dan tentunya sebagai bentuk interpretasi
dari sebuah album musik grup tersebut.
Yang menjadi aneh ketika video klip tersebut tayang,
tetapi album dari sebuah kelompok musik tersebut belum ada, hal ini tentunya
menjadi ironi dalam iklim dunia musik. Tetapi dijaman yang serba virtual ini
semua dapat dilakukan dan semua orang dapat menikmatinya tanpa perlu kritis
menanyakan dari mana barang ini siapa pembuatnya dll. Dan tentunya fahan
pragmatis telah merasuki dunia seni di Bumiayu, dunia serba instan dilakukan
untuk mencapai popularitas. Manusia kontemporer telah hanyut dan terlena dalam
sebuah ekstase virtual.Di sisi lain dahulu pada awal 2000-an, band-band
underground sudah lebih dulu masuk dalam album kompilasi yang dengan label
rekaman dari Purwokerto. Walaupun pada kenyataannya eksistensi grup band
underground tidak dapat dapat bertahan lama. Dalam pengamatan saya disini
eksistensi menjadi penting, kenapa tidak kecenderungan trend musik atau trend
apa saja di Bumiayu tidak bertahan lama hanya ramai pada awal-awalnya saja atau
dalam istilah Bumiayuan “Demyar”. Nah banyak faktor yang mempengaruhi sebuah
eksistensi dalam dunia kesenian, salah satunya adalah yang fundamental adalah
orang Bumiayu masih dalam urusan perut belum merambah ke level yang lebih
tinggi.
Ada sebuah ungkapan bahwa “Seni Tidak Akan Hidup di
Tengah-tengah Orang yang Lapar”, sesuai dengan keadaan yang ada di kota
Bumiayu. Manusia-manusianya masih dalam proses mencari dan memenuhi kebutuhan
paling primer yaitu makan dan bertahan hidup. Kita tahu bahwa seni adalah salah
satu kebutuhan manusia juga, yaitu kebutuhan tersier yang akan terpenuhi jika
kebutuhan pokok lainnya telah terpenuhi. Lalu apakah jika kebutuhan pokok
terpenuhi maka seni akan menjadi ramai dan mendapat apresiasi, jawabannya bisa
ya bisa tidak. Sekarang yang jadi
permasalahan adalah tidak semua orang mencintai dan menyukai seni yang sama.
Butuh proses dan pembelajaran seni dalam diri masyarakat tersebut. Masalah
pembelajaran seni menjadi permasalahan kedua, jadi butuh waktu dan proses yang
tidak singkat untuk dapat membuat masyarakat Bumiayu “melek” seni dan mencintai
seni sebagai bagian dari kehidupan.
Nah hal-hal di atas merupakan permasalahan yang tidak
sepele dan tentunya para pelaku seni di Bumiayu harus menyadari kondisi
tersebut. Selanjutnya dalam pengamatan saya berikutnya tentang seni di Bumiayu,
terjadi centralisasi dalam sebuah iklim seni dan tidak seimbangnya dunia
kesenian di Bumiayu. Centralisasi dalam hal ini adalah terpusatnya sumber atau influence
dari ikon atau dapat dikatakan terdapat
sebuah pemujaan ikon. Walaupun beragamnya seni yang ada di kota tersebut,
tetapi ikonisasi tetap belum juga menghilang. Hal ini berimbas pada tidak
seimbangnya iklim seni di Bumiayu, dan tentunya ada seni-seni yang
terpinggirkan. Kita amati saja jenis kesenian apa yang sering tampil di Bumiayu
dan sudah menjadi avant garde. Walaupun tidak semua orang dapat menikmati jenis
kesenian tersebut, hanya kelompok tertentu.Disamping itu pula peran dewan
kesenian dalam pengamatan saya masih subjektif, sudah ada jalur yang permanen
dan turun temurun dan terus dilalui oleh orang tetap pula. Sehingga orang
diluar jalur tersebut akan menjadi outsider dan menjadi orang asing
dalam dunia kesenian di Bumiayu.
Mungkin itu sedikit kegundahan saya tentang iklim
kesenian di Bumiayu, tujuan saya menulis ini tidak lain adalah sebagai sebuah
bahan renungan kita bersama para pelaku seni di Bumiayu. Bahwa di kota kita
tercinta ini tumbuh dan berkembang insan seni yang potensial dan berkompeten.
Akan menjadi ironi jika tidak seimbangnya dunia kesenian di Bumiayu, hanya
memunculkan satu jenis kesenian yang dominan. Dalam kehidupan semua harus
seimbang atau balance, sebagaimana yang dikatakan oleh orang Yunani kuno
“ Apabila kita terlalu banyak dalam segi kehidupan apa saja, bagaimana itupun
menyenangkan hal itu, itu tidak baik. Mereka menyebutnya sebagai jalan tengah.
Kehidupan ini akan menjadi penuh dan berarti, jika satu dengan yang lain
seimbang. Suka cita di dalam pikiran, tubuh, perasaan, kehidupan sosial, dan
perkara-perkara rohani harus dijaga agar tetap seimbang”.[]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar