BIOSKOP SENA DALAM KENANGAN
Masyarakat kota Bumiayu
dan sekitarnya tentu tidak asing lagi dengan nama Gedong Bioskop Sena.
Sebuah tempat pertunjukan masyarakat yang menyajikan film-film layar lebar,
baik film Hollywood, India, Mandarin, ataupun film Nasional. Tetapi
semuanya itu kini hanya tinggal kenangan dan menjadi sebuah ceritera dari para
orang tua kita. Bioskop Sena merupakan sebuah kebanggan bagi masyarakat Bumiayu
dan sekitarnya. Dimana pada waktu itu periode tahun 50-an sampai 90-an, bioskop
Sena ramai dikunjungi masyarakat Brebes Selatan untuk menyaksikan film-film
favorit mereka. Namun segala sesuatunya memang mempunyai umur atau masa di
dunia ini. Begitu juga nasib Gedong Bioskop Sena, sekarang hanya tersisa
puing-puing yang tak terawat.
Keadaan semacam ini
memang di pengaruhi banyak faktor, di antaranya adalah sengketa kepemilikan
gedung atau lahan tersebut, dan pengaruh teknologi yang menggantikan film layar
lebar ke bentuk yang lebih portabel yaitu vcd dan dvd dan juga internet.
Kondisi gedung tersebut sekarang sungguh memprihatinkan. Kondisinya tinggal
puing hanya menyisakan bagian depan gedung tersebut dan tulisan “SENA”, yang
masih terpasang di bagian atas depan gedung tersebut. Walaupun bagian samping
gedung tersebut masih ada tetapi kondisinya sudah tidak utuh lagi. Gedung Sena
bukan hanya sebuah bioskop yang menyajikan pertunjukan film, tetapi jika
ditelusuri lebih jauh gedung tersebut memilki nilai historis yang penting dan sebagai
saksi bisu sejarah di Bumiayu.
Eks, Bioskop Sena tampak dari depan, terlihat ditumbuhi rumput liar dan tembok sudah rapuh. |
Sekilas Sejarah Gedong Sena.
Gedung yang terletak di jalan
Ahmad Dahlan sebelah timur kantor Polsek Bumiayu, mempunyai perjalanan panjang
sampai menjadi gedung bioskop Sena. Secara historis bioskop Sena memang mempunyai
sejarah yang membekas di hati masyarakat, dan menjadi saksi bisu sejarah di
Bumiayu. Gedong Sena berdiri di lahan bekas sekolah milik Tiong
Hwa Hwee Koan (THHK). Yang awal pendiriannya dimulai sekitar tahun 1951. Di mana
sebelum berdirinya Gedong Sena, yaitu pada tahun 1947 terjadi Agresi
Militer Belanda I. Yang berimbas kepada keamanan nasional bangsa Indonesia yang
baru dua tahun menikmati kemerdekaannya. Dimana imbas tersebut juga menyeluruh
sampai ke pelosok penjuru tanah air, tak terkecuali di Bumiayu. Yang terjadi di
Bumiayu adalah ketidakstabilan dalam keamanan dan terprovokasinya warga
pribumi.
Pada saat terjadi agresi
militer belanda I, di Bumiayu terjadi kerusuhan yang mengakibatkan dibakarnya
bangunan-bangunan milik warga Tiong Hwa. Bangunan milik warga Tiong Hwa di
bakar masa, dan tak terkecuali sekolah milik Tiong Hwa Hwee Koan (THHK) ikut
dibakar pula. Kerusuhan tersebut di picu bahwa warga Tiong Hwa tidak pro
terhadap kemerdekaan. Sehingga yang terjadi adalah kebencian rakyat pribumi
terhadap warga Tiong Hwa, dan memuncak pada pembakaran bangunan-bangunan milik
Tiong Hwa. Kerusuhan antara warga pribumi dan warga Tiong Hwa pada waktu itu,
menurut sejarah adalah karena politik adu domba penjajah Belanda. Menurut
sumber sejarah yang berkaitan dengan peristiwa Agresi Militer Belanda I, bahwa
warga Tiong Hwa dimanfaatkan oleh Belanda sebagai mata-mata. Di wilayah Brebes
pada waktu itu warga Tiong Hwa dijadikan mata-mata Belanda untuk mengetahui
“sarang” gerilya warga pribumi. Regu mata-mata Tiong Hwa disebut Po Ang Tui (PAT).
Dari kausal tersebut maka timbullah kebencian rakyat in lander terhadap
warga Tiong Hwa, dan berakibat kerusuhan antar etnis dan kekacauan keamanan.
Agresi Militer Belanda I
mengakibatkan ketidakstabilan dalam segala bidang, bagi bangsa yang baru merdeka
tersebut. Hal ini berimbas pada keamanan nasional, dan terhentinya aktivitas
para warga pribumi. Dikatakan sepanjang Revolusi (1945-1949), lokasi bekas
sekolah Tiong Hwa di Bumiayu menjadi sepi. Hal ini dikernakan kondisi kemanan
yang tidak kondusif dan warga masih khawatir dengan Agresi Belanda. Tetapi
keadaan itu tidak berlangsung lama, pada tanggal 29 Juni 1949 Belanda
meninggalkan Yogyakarta. Secara tidak langsung kedaulatan bangsa Indonesia
kembali utuh. Pada waktu itu pula Belanda mengakui kedaulatan Republik
Indonesia Serikat (RIS) kecuali Irian Barat pada bulan November 1949, yang
berarti daerah-daerah yang diduduki Belanda termasuk kabupaten daerah Brebes
harus kembali ke pangkuan RIS.
Setalah Belanda angkat
kaki dari Bumi Pertiwi, kondisi keamanan nasional kembali pulih. Aktifitas
warga kembali berangsur normal dan diimbangi dengan perbaikan infrastuktur.
Setelah kondisi kota Bumiayu yang berangsur aman dan kondusif, aktivitas warga
juga kembali seperti biasa. Warga Bumiayu seolah membutuhkan kesegaran setelah
kondisi yang carut marut akibat agresi militer Belanda. Maka dari itu pada 1951
di bangun sebuah gedung hiburan yang berdiri di atas tanah bekas sekolah Tiong
Hwa tersebut. Gedung pertunjukan tersebut pada awalnya diberi nama Venus.
Tetapi kemudian nama Venus diganti dengan Sena, karena pada saat itu di nilai
terlalu kebarat-baratan, disebabkan semua yang berbau barat di larang
pemerintah. Dimana pada waktu itu kepemimpinan bangsa Indonesia di pimpin
Soekarno, yang mempunyai kebijakan anti Imperealisme Barat.
Pada awalnya pembangunan
gedung Sena tersebut masih sebagai gedung pertunjukan, sebagai sarana hiburan
rakyat dan tentara sehabis perang kemerdekaan. Lebih jauh kompleks sekolah
Tiong Hwa tersebut pada jaman penjajahan, memang kerap dijadikan sebagai tempat
pertunjukan. Jadi sebelum gedung Sena berdiri, memang pada waktu itu kompleks sekolah
tersebut telah menjadi pusat hiburan masyarakat Bumiayu. Pada jaman pendudukan
Belanda dan Jepang, kompleks tersebut sering dijadikan pementasan ketoprak,
sandiwara dan tonil. Dan tentunya pada masa itu merupakan hiburan yang menarik
bagi masyarakat Bumiayu dan sekitarnya.
Setelah berdiri sebuah
gedung pertunjukan yang awalnya bernama venus dan berubah menjadi sena, suasana
hiburan di kota Bumiayu menjadi semarak. Gedung venus fungsi utamanya adalah
sebagai gedung pertunjukan tonil, sebuah pertunjukan khas Belanda yang
dipentaskan dan sebagai pengobat rindu tentara Belanda pada tanah kelahirannya.
Tetapi seiring dengan perkembangan zaman, gedung venus kemudian beralih fungsi
menjadi sebuah bisokop. Nama venus masih tetap digunakan, hanya saja
pertunjukan yang ditampilkan adalah film. Dimana film-film yang tayang pada
waktu itu, adalah film “bisu” yaitu sebuah film hitam putih dan tidak bersuara.
Walaupun hanya
menyaksikan film bisu, masyarakat Bumiayu pada waktu cukup terhibur. Film bisu
seperti Charlie Chaplin sering ditayangkan di bioskop venus tersebut. Nama venus
kemudian berganti menjadi Sena sekitar tahun 1955, dan pada tahun 1965 nama Sena
sudah sangat terkenal di lingkungan masyarakat Brebes Selatan. Sejak saat
itulah Gedong Sena menjadi tempat hiburan andalan dan favorit masyarakat
Bumiayu dan sekitarnya. Pada periode awal Sena menjadi bioskop yang menayangkan
film-film Barat dan Nasional. Dengan adanya hiburan berupa film format layar
lebar, menjadi wahana hiburan dan sekaligus informasi bagi warga bumiayu.
Film-film yang ditayangkan bioskop Sena selalu menarik dan dipenuhi para
penonton dari sekitaran Bumiayu, seperti dari Sirampog, Tonjong, Paguyangan ,
Bantarkawung dan Salem. Dimana kota Bumiayu menjadi center dalam segala
bidang bagi kecamatan-kecamatan disekitarnya, disamping kondisi demografi yang
mendukung sebagai pusat aktivitas masyarakat.
Foto Eks, Gedong Sena, terlihat pula tembok sisi gedung yang sudah lapuk. |
Memori dengan Gedong Sena.
Sebagai warga masyarakat
Bumiayu tentunya mempunyai kenangan dengan Gedong Sena. Dimana setiap
periodenya selalu menyuguhkan film-film yang menghibur dan menarik untuk selalu
ditonton. Film-film yang ditayangkan mulai dari film-film Hollywood, mandarin,
India, samapai film Nasional, tidak pernah sepi oleh pengunjung yang selalu
ingin meyaksikan film favoritnya. Selera setiap individu berbeda dalam
mengapresiasi karya seni, dalam konteks ini apresiasi terhadap film tentunya
juga berbeda. Di Gedong Sena film yang disajikan memang variatif, tetapi
mempunyai penikmat khusus. Film Hollywood tentunya tetap menjadi favorit
dalam dunia perfilman.
Di bioskop Sena tidak
hanya film Hollywood yang menjadi menu utama, setidaknya film-film India dan
Mandarin selalu mendapat tempat di hati warga Bumiayu dalam menikmatinya. Di
samping itu film-film Nasional juga tidak kalah ramai dengan film Barat, selalu
saja ada yang menonton. Film Hidustan selalu ramai di kunjungi ketika di
tayangkan di Gedong Sena. Para penontonya datang dari wilayah Bumiayu
hingga ke pelosok, seperti Sirampog, Bantarkawung dan Paguyangan. Begitu juga
dengan film Mandarin tidak kalah ramai dengan film India, karena produksi film
dari tiap negara mempunyai ciri khas masing-masing. Sehingga selalu asik dan
menarik untuk di tonton, film India identik dengan lagu dan tariannya dalam
setiap film. Sedangkan film Mandarin khas dengan laga yang cepat dan sedikit
lelucon di beberapa produksi filmnya.
Karakteristik dari tiap
film tersebut tentunya memetakan para penikmat atau audiens dalam
mengapresiasinya. Begitu juga dengan film-film Nasional yang ditayangkan di
Bioskop Sena juga senantiasa dipenuhi para penonton fanatiknya. Dunia perfilman
Nasional memang dari setiap periode mempunyai cirikhas masing-masing, latar
budaya dan sosial mempengaruhi dalam produksi film Nasional. Film-film Nasional
identik dengan drama, action, horor, sensualitas dan juga komedi. Dunia
perfilman Nasional memang mengalami pasang surut, sehingga yang timbul adalah
bagaimana cara mempertahankan kwalitas film. Pada periode 80-90-an, di bioskop
Sena sering ditayangkan film-film Nasional dari mulai horor, action, drama,
sensualitas hingga komedi. Film-film dengan narasi cerita tersebut senantiasa hadir
dalam layar lebar di Gedong Sena.
Film dengan cerita silat
atau pendekar pada era 90-an, ramai ditonton oleh para warga Bumiayu. Penulis
ingat dulu ada sebuah tradisi dari beberapa sekolah di Bumiayu, menggiring para
siswanya untuk menonton film Nasional yang di putar di Bioskop Sena. Film yang
menggelorakan perjuangan dan budaya bangsa Indonesia, diharapkan dapat
menumbuhkan kecintaan terhadap film Nasional. Film-film seperti Fatahilah, Saur
Sepuh dan Tutur Tinular, dan juga Rhoma Irama, ramai ditonton oleh para warga
di Bumiayu dari semua kalangan juga oleh setiap umur. Film-film Rhoma Irama
juga selalu ramai di tonton warga Bumiayu. Karena film Rhoma mengandung nilai
budaya dan juga membawa misi moral dan sosial dalam setiap film, disamping misi
humanisme lainnya. Film komedi Warkop juga sering ditayangkan di Bioskop Sena,
film yang selalu mengundang tawa para penontonya menjadikan film Warkop
senantiasa ditunggu.
Film-demi film terus
ditayangkan oleh Bioskop Sena dari mulai siang hinggga malam hari. Dari siang
sampai malam Sena selalu ramai dikunjungi oleh warga Bumiayu dan sekitarnya. Tetapi
mulai rentang waktu 90-an akhir, Sena mulai sepi dan ditinggal para
penggemarnya. Banyak faktor yang mempengaruh kenapa bisnis dunia perfilman
mulai sepi. Salah satu faktor adalah perkembangan zaman dan kemajuan dibidang
teknologi, menyebabkan minat menonton bioskop berkurang. Disamping juga kondisi
sosial, politik dan ekonomi yang mendera Bangsa Indonesia para akhir 90-an. Dimana
pada waktu itu terjadi kudeta oleh kelompok reformis, dan menggulingkan
kepemimpinan Suharto. Tetapi faktor yang paling berpengaruh adalah pergeseran
dalam format film, sehingga mengubah dalam proses apresiasi karya film
tersebut.
Dengan adanya teknologi digital yang portabel,
membuat dunia perfilman dan bisnis film layar lebar mulai sepi. Dengan adanya
teknolgi seperti video compac disc (vcd), digital video disc (dvd),
membuat film semakin dapat dengan mudah diaskses melalui teknologi portabel.
Format film yang semakin simple membuat masyarakat Bumiyu berpindah dalam
menikmati sebuah film. Masyarakat semakin pragmatis dalam setiap segi kehidupan
tak terkecuali dalam menikmati sebuah film. Walaupun keberadaan vcd dan dvd
pada waktu termasuk barang baru, karena bersifat baru tersebut masyarakat
penasaran dan ingin mencobanya. Dengan adanya teknolgi baru tersebut di
lingkungan kota Bumiayu, muncul penyewaan vcd dan dvd yang menyediakan ragam
film. Disisi lain kondisi ekonomi bangsa Indonesia juga sedang dalam kondisi krisis, sehingga banyak perusahaan
atau bisnis yang gulung tikar. Hal ini karena perusahaan tidak dapat menutup
biaya produksi.
Situasi semacam itu
membuat Bioskop Sena tutup, Sena tutup atau berhenti beroperasi sekitar akhir
tahun 1997. Setelah Sena tutup tentunya warga Bumiayu merasa kehilangan, sebuah
tempat hiburan bioskop yang pernah berjaya kurang lebih lima dekade. Setelah
tutup, Gedong Sena masih berdiri utuh dan masih terpampang poster-poster
film di dindingnya. Sena masih berdiri kokoh tetapi tidak ada aktivitas seperti
biasanya. Hari-hari setelah Sena tutup kompleks tersebut mulai sepi, hanya
ramai oleh aktivitas pendidikan sekolah yang ada disekitarnya. Aktivitas
hiburan sudah mulai hilang, warga Bumiayu sudah tidak dapat lagi menikmati
suguhan layar lebar. Mereka sudah dapat menonton film lewat vcd, dvd, dan lewat
televisi.
Tetapi bagi sebagian
warga Bumiayu masih memendam kerinduan terhadap Gedong Sena. Itu terbukti
setelah tutup beberapa tahun, Gedong Sena buka kembali sekitar tahun
2001-2002. Penulis masih ingat dimana pada waktu Sena buka kembali, masih saja
ada penonton yang datang untuk menonton pemutaran film baru. Penulis sendiri
serasa tidak percaya atau seolah mimpi, karena ingatan tentang Sena buka
kembali serasa samar-samar. Tetapi memang Sena pernah buka kembali pada tahun
tersebut, dan masih saja ada penggemar fanatiknya dan mendatangi Sena. Tetapi
kejadian itu tidak bertahan lama, hanya sekitar beberapa bulan saja kemudian
tutup lagi sampai dengan kondisi yang sekarang. Setalah Sena tutup untuk yang kedua kalinya, gedung tersebut
dibiarkan kosong dan tidak digunakan untuk kegiatan.
Bumiayu Underground Comunity, berpose bareng Betrayer di depan Clinic Underground. |
Sena dan Musik Underground.
Sena yang sudah tutup
tidak lagi dimanfaatkan untuk kegiatan-kegiatan, gedung tersebut dibiarkan
kosong dan tidak terurus. Tetapi disisi lain, dimana di Bumiayu pada waktu itu sedang
tumbuh dan berkembang komunitas musik Underground. Komunitas musik
ekstrim tersebut tertampung dalam wadah Bumiayu Underground Comunity
(BUC). Dimana nama awal untuk komunitas tersebut adalah Bumiayu Corpse
Grinder (BCG), dimana komunitas tersebut mulai muncul dan berkembang di
Bumiayu sekitar tahun awal tahun 2000. Komunitas Underground di Bumiayu
yang baru muncul tersebut, tentunya ingin menunjukan eksistensi kelompok
mereka. Salah satunya adalah dengan mengadakan event atau acara musik yang
menyajikan musik-musik keras. Idealnya dalam komunitas musik Underground tertanpung
berbagai jenis musik, diantaranya adalah Black Metal, Ghotic Metal, Thrash
Metal, Death Metal, Brutal Death, Grind Core dll.
Event pertama yang di
adakan oleh kelompok Bumiayu Corpse Grinder (BCG), adalah Bumiayu
Histeris I pada tanggal 17 Agustus 2000 bertempat di gedung Kawedanan Bumiayu.
Dimana grup yang tampil antara lain Santet, Soulsick, Destruction, Horror,
Trotoar Corp, Laknat, Akar dan Runtah Fir’aun. Event tersebut sebagai bukti
bahwa di Bumiayu ada komunitas musik ekstrim dan patut diperhitungkan. Setelah
event pertama sukses, event-event selanjutnya rutin di gelar hampir setiap
tahun. Untuk penyelenggaraan event selanjutnya masih di gedung kawedanan dan
selanjutnya di gedung Hok Gwan. Event Underground dengan judul seperti Bumiayu
Histeris, Bumiayu Underground, Bumiayu Bawah tanah, Tembang Njero Lemah, intens
diadakan setiap tahun di Bumiayu.
Event Underground
tersebut memang selalu dipadati oleh para penggemar fanatiknya, hanya saja
tempat penyelenggaraannya masih jauh dari nyaman. Disadari atau tidak Bumiayu
pada waktu itu, memang belum mempunyai tempat pertunjukan yang layak. Bumiayu
belum mempunyai gedung serba guna yang layak untuk berbagai seni pertunjukan.
Dan bahkan sampai sekarang Bumiayu memang belum ada gedung serba guna, ke
depannya Bumiayu diharapkan mempunyai gedung serba guna atau gedung kesenian.
Jadi dengan kondisi semacam itu memaksa event-event musik yang berskala kecil,
selalu di adakan di Gedung Kawedanan (eks. Kawedanan) dan event besar di
Lapangan Asri.
Pamflet Event Underground Tembang Njero Lemah tahun 2003. |
Kondisi yang tidak
mendukung semacam itu membuat komunitas musik di Bumiayu, mencari tempat-tempat
alternatif untuk dijadikan tempat pertunjukan. Di antara tempat yang dijadikan
tempat alternatif untuk pertunjukan, adalah gedung Hok Gwan yang terletak di
kompleks lap Asri. Dan tentunya adalah Eks. Gedong Sena yang sempat dua
kali dijadikan untuk event musik Underground di Bumiayu. Event Underground
yang sempat terdokumentasikan oleh penulis antara lain, adalah Tembang Njero Lemah 30 Nopember
2003. Dan event Underground terakhir yang di adakan di eks Gedong
Sena, adalah Bumiayu Undergroun IV 8 Februari 2004. Kedua Event tersebut
menjadi titik kulminasi komunitas Underground Bumiayu, yang selanjutnya
musik ekstrim di kota tersebut vakum.
Sedikit untuk mengingat
event tersebut di atas, Tembang Njero Lemah pada tahun 2003 yang
diadakan di eks.Bioskop Sena cukup ramai dipenuhi massa hitam. Event tersebut
menampilkan band-band seperti Santet, Dhemit, Holly Guardian Angel, Anathema
Dismorpheus, Zoilus, Demented, Sevile Dementia, Durgalameta, Authentic,
dll. Tahun selanjutnya yaitu pada tahun
2004 adalah Bumiayu Underground IV, acara ini menjadi penutup dan
sebagai antiklimaks dari sebuah komunitas musik ekstrim di Bumiayu. Dimana pada
event tersebut mendatangkan grup keras papan atas Indonesia yaitu Betrayer,
yang melejit dengan hit Bendera Kuning. Selain Betrayer tampil juga band-band
dari luar daerah seperti Sentet, Grafenberg, Against(Purwokerto),No Life,
Kidung Kematian (Semarang), Erotic Nightmare (Brebes) dan Nilar Dunyo
(Cilacap). Event yang terakhir ini sebagai penanda komunitas Underground
Bumiayu akan vakum.
Pamflet Eevent Bumiayu Underground IV,tahun 2004 yang di adakan di Eks. Bioskop Sena. |
Jadi Gedong Sena
setelah tutup dan tidak digunakan, justru dimanfaatkan oleh komunitas musik
yang ada di Bumiayu salah satunya adalah komunitas musik Underground.
Kondisi seperti itu dikarenakan tidak adanya sebuah gedung serba guna atau
gedung pertunjukan yang layak, sehingga komunitas yang ada di Bumiayu
memanfaatkan tempat-tempat alternatif seperti eks. Bioskop Sena. Sekali lagi
disini Gedong Sena juga menjadi saksi sejarah perkembangan musik di kota
Bumiayu. Gedong sena tetap menjadi sebuah tempat yang akan selalu di ingat oleh
warga Bumiayu. Dimana secara historis memang di kompleks tersebut dulunya
sebagai tempat pertunjukan rakyat.
Dan diharapkan ke
depannya di Bumiayu, akan mempunyai sebuah tempat pertunjukan atau gedung serba
guna. Sehingga iklim berkesenian di Bumiayu akan tumbuh aktif dan dinamis,
dimana gedung pertunjukan berperan penting dalam scene dunia seni. Dan
tidak memnutup kemugkinan di kompleks eks.Gedong Sena dapat dibangun
sebuah Gedung Pertunjukan Rakyat. Mengingatkan pada periode dahulu dimana seni
yang menghibur rakyat akan selalu ramai, karena seni itu secara substansial
akan disajikan dan dinikmati oleh audiens(rakyat). Penulis sebagai salah satu
pelaku dan pemerhati seni di Bumiayu, mengharapkan kedepannya Bumiayu akan
mempunyai sebuah gedug Pertunjukan Rakyat. Mudah-mudahan dari sebuah catatan
kecil ini, dapat menjadikan wacana bagi para pembaca dan pelaku seni di Bumiayu
dan sekitarnya. Terakhir saran dan
kritiknya penulis tunggu untuk menyempurnakan catatan kecil ini, yang menurut
penulis masih jauh dari sempurna.
Salam
Budaya!!
Referensi
·
Nara Sumber dari Berbagai Tingkat Usia.
·
Radar Brebes, Selasa 11 April 2013.
·
Sejarah Kabupaten Brebes (e-book).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar