Jumat, 26 Oktober 2012

memahami seni rupa anak



Memahami Seni Rupa Anak
Salah satu potensi dasar pada diri anak yang perlu dikembangkan sejak dini adalah potensi kreativitas. Berbagai upaya dapat dilakukan untuk mengembangkan kreativitas anak antara lain melalui kegiatan/pengajararan seni rupa khususnya dalam bentuk kegiatan menggambar. Gambar anak-anak menjadi sesuatu yang penting untuk pertumbuhannya dan merupakan refleksi anak dalam pendidikan kreatif. Melalui gambar anak, dapat dikaji berbagai hal yang berkaitan dengan pengalaman, fantasi, imajinasi, tingkat kecerdasan, kebebasan berekspresi, kreativitas, dan aspek-aspek kejiwaan lainnya Guru memegang peran penting dalam pendidikan, tentunya juga dituntut kreativitasnya agar dapat mengembangkan potensi kreatif anak.
Berdasarkan pendapat para ahli, gambar anak diciptakan berdasarkan penglihatan dan perasaan terhadap lingkungannya. Adanya perbedaan tingkatan usia dan tipe pada diri setiap anak menjadikan karyanya memiliki karakteristik yang tentunya berbeda dengan orang dewasa atau berbeda pada tiap tingkatan usia dan tipe di antara anak. Untuk memahami karakteristik gambar anak-anak, ada dua hal yang perlu diperhatikan oleh seorang guru atau pendidik agar dapat  memberi motivasi dan stimulasi yang tepat yaitu:
Periodesasi.
Masa yang dilalui selama hidup manusia biasanya dibagi-bagi, digolongkan menurut tahap-tahap tertentu  berdasarkan perkembangan jasmani maupun jiwanya.Penggolongan waktu tersebut disebut periodesasi atau pembagian masa. Demikian pula halnya mengenai ciri-ciri gambar anak-anak, juga dapat diidentifikasi berdasarkan periodesasi. Penggolongan periodesasi pola gambar pada anak, banyak dikemukakan para ahli seni. Salah satu yang paling populer adalah teori dari Victor Lowenveld, ia membagi periodesasi ciri-ciri gambar anak menjadi beberapa tahap, antara lain :
·         Tahap Coreng moreng (2-4 tahun)
Sejak usia 2 tahun seluruh anggota badan anak berusaha untuk sekedar digerakan, karena pengaruh syaraf motoriknya. Goresan pada tahap menggambar ini semula tidak terarah, tebal tipis, bengkok, putus-putus, panjang pendek tetapi dengan hasil yang serba kebetulan dan pada diri anak akan tercapai kepuasan. Lama-lama mereka dapat menggerakkan anggota badan dengan tujuan yang jelas. Maka terjadilah aksi coret-coret yang makin lama makin jelas arahnya. Sehingga pembinaan pada usia ini hanyalah memberi stimulasi yang tetap mengiyakan, membubuhi ceritanya, serta lebih mengaktifkan imajinasinya. Jadi biarkan saja anak pada usia ini untuk lepas dalam menggambar, kita hanya perlu mengawasinya saja dan memberi pancingan atas objek yang di gamabarnya.

·         Tahap Masa Prabagan (4-7 tahun)
Pada masa selanjutnya yaitu masa prabagan, disini anak dapat mengendalikan motoriknya maka anak akan dapat melihat hubungan antara yang dihasilkan dengan bentuk-bentuk objektif. Telah terjadi perubahan dari coret-coret ke arah bentuk yang lebih esensial. Dengan perubahan ini kita dapat lebih mengenali dan menafsir bentuk yang ada, lama-lama akan terbentuk bagian-bagian lain yang lebih menunjang imajinasinya. Masalah ruang belum dapat dipecahkan, warna cenderung tidak sesuai dengan warna aslinya. Artinya pada masa itu masih memerlukan pengenalan-pengenalan teknik yang paling mudah, seperti menggambar kepala hanya dengan lingkaran, langit hanya dengan goresan asal, pohon dengan gambar yang paling sederhana dll. Disini diperlukan pembinaan yang lebih terarah pada perkembangan teknik atau cara yang secara mudah dan memperkenalkan objek gambar lainnya (misalnya dengan cara rekreasi, atau sejenisnya) sehingga dapat dihasilkan variasi gambar yang lain.

·         Tahap Masa Bagan (7-9 tahun)
Pada masa ini merupakan konsep tentang bentuk dasar dari pengalaman kreatif, anak pada usia ini telah memiliki konsep cerita yang sudah banyak. Pengamatan telah makin teliti dan semakin tahu siapa dirinya dalam hubungan dengan lingkungannya. Pada usia ini pengaruh guru sangat besar. Anak telah memiliki pengalaman sosial, yaitu hal-hal yang sebenarnya sudah diketahui, disikapi karena desakan emosi subjektifnya. Karena kesadaran meningkat, anak mulai gelisah dan secara kritis mengontrol dirinya antara pengamatan dan hasil-hasil gambar masa lalu. Disini peran guru bertugas mengaktifkan pengalaman anak tersebut.
Penggambaran ruang telah muncul tetapi masih sederhana, terutama dalam memahami lingkungan dimana mereka berada. Sebagian pengalaman ruang masih sederhana dan diletakan dalam satu garis vertikal sebagai garis dasar. Komposisi objek masih tumpuk-menumpuk atau tersusun ke atas. Dan pada soal warna telah disikapi sebagaimana bentuk yang mendekati pada warna aslinya. Misalkan warna pohon akan diberi warna hijau dan matahari akan diberi warna kuning atau orange.

·         Tahap Masa Permulaan Realisme (9-11 tahun)
Di usia ini anak semakin cerdas dalam memngungkapkan imajinasinya.  Konsepsi semakin mendetail, tampilan lebih proposional, berkat meningkatnya intelektual mereka. Rasio mulai digunakan di samping emosi subjektif. Jadi pada masa ini sudah ditinggalkan penggambaran bagian yang dilebih-lebihkan karena fungsi aktifnya. Artinya ia telah dengan lebih bebas menggambar figur-figur atau bentuk-bentuk yang lebih bebas dalam seluruh bidang gambar. Hanya dalam usia ini mereka belum banyak memanfaatkan atau kesulitan dalam persoalan perspektif. Gejala yang paling terlihat pada usia ini adalah kedekatan figur yang lebih nyata, walaupun pada segi warna tidak terlalu cocok dengan kenyataan.


·         Tahap Masa Realisme Semu (11-13 tahun)
Pada masa ini telah banyak dipengaruhi oleh intelegensi yang semakin matang. Ada pendekatan realistis dengan alam sekitar, meskipun barangkali belum sepenuhnya kesadaran sebaik orang dewasa. Tingkah lakunya makin gelisah, banyak bergerak dan ada gejala suka membentuk grup sebagai manifestasi kesadaran akan perlunya kerjasama. Sehingga dalam usia ini anak lebih mendekati perangai remaja yang memiliki seluk-beluk yang sangat bervariatif. Untuk pola gambar sudah cukup matang, pewarnaan juga sudah sesuai. Namun bentuk yang sudah realis, masih kurang kuat dalam artian realitik tetapi masih ada kekurangan seidikit dalam bentuknya.


Dengan adanya pembagian periodesasi dalam kcenderungan gambar anak, maka diharapkan kita para pendidik dapat lebih peka dalam menanggapinya. Selanjutnya tugas guru adalah membimbing dan mengarahkan tiap anak didiknya yang mempunyai kecenderungan secara umum yaitu kecerdasan visual spatial.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar